get app
inews
Aa Text
Read Next : 10+ Wisata Lembang Gratis Terbaru 2025: Destinasi Alam dan Spot Seru untuk Liburan Keluarga

Pesona Lembang di Ujung Tanduk: Ketika Beton Menggerus Alam, Bencana Pun Mengintai

Senin, 02 Juni 2025 | 11:16 WIB
header img
Ketua Komisi III DPRD KBB Pither Tjuandys mendatangi lokasi bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Lembang untuk berkoordinasi dengan BPBD dan memberikan bantuan ke masyarakat. Foto/Inews Bandung Raya

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Siapa yang tak terpukau dengan lanskap Lembang? Udara sejuk, pemandangan memesona, dan ragam wisata kuliner menjadikannya primadona pariwisata Bandung Barat. Namun, di balik gemerlapnya kunjungan wisatawan, tersimpan ironi yang mengkhawatirkan. Data terbaru dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mengungkap fakta pahit: 70 persen atau sekitar 28 ribu hektare dari total 40 ribu hektare lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU), termasuk Lembang, kini dalam kondisi rusak parah.

Kerusakan ini bukan sekadar angka statistik. Pertengahan Mei 2025 menjadi saksi bisu betapa rapuhnya alam Lembang. Banjir dan tanah longsor menerjang 13 desa, konsekuensi logis dari lahan yang kehilangan kemampuannya untuk menahan air.

"Alih fungsi lahan di KBU ini sangat masif. Mengabaikan kawasan lindung, bahkan banyak terjadi di kawasan resapan air. Ini pelanggaran tata ruang dan berujung pada sisi keselamatan masyarakat," tegas Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang, Senin (2/6/2025).

Berdasarkan catatan, sekitar 63,62 persen atau seluas 26.283,14 hektare wilayah Bandung Barat masuk dalam zona KBU, membentang dari sebagian Cikalongwetan hingga Lembang di ujung utara. Dalam dekade terakhir, diperkirakan 200 hektare lahan di zona KBU beralih fungsi, dengan asumsi 20 hektare per tahunnya.

Lebih lanjut, Wahyudin menyayangkan peran pemerintah daerah dan provinsi yang terkesan permisif dengan menerbitkan izin usaha yang bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

"Pemerintah seolah-olah melegalkan perusakan lingkungan karena mengabaikan tata ruang dan menerbitkan izin-izin usaha tanpa memperhatikan fungsi kawasan. Ini kesalahan fatal yang seharusnya tidak terjadi," cetusnya.

Akibatnya kian nyata. Lembang yang dulunya dikenal sebagai "kantong air" Bandung Raya, kini justru akrab dengan bencana hidrometeorologi. Banjir dan longsor datang silih berganti, merusak infrastruktur dan tak jarang merenggut nyawa.

"Lembang itu dulunya kan daerah resapan, kantong airnya Bandung Raya. Justru sekarang menjadi langganan banjir, ya karena di hulu itu vegetasi alami yang semestinya menyerap air sudah hilang, air tidak terserap justru menjadi banjir," jelas Wahyudin.

Dalih pengembangan pariwisata dan bisnis pendukungnya seolah menjadi pembenaran. Bangunan komersial tumbuh subur di Lembang, bersaing dengan padatnya permukiman yang juga berkontribusi pada persoalan banjir. Di kawasan Cikole, kafe, restoran, hingga objek wisata bertebaran di antara pepohonan, menarik wisatawan untuk sekadar "ngopi cantik" atau mencari penginapan unik.

"Pengembangan wisata dan restoran sampai kawasan hunian di Lembang itu rata-rata melanggar aturan tata ruang dan Perda KBU. Mestinya ditertibkan kalau memang ada komitmen menjaga keberlangsungan ekosistem," tandas Wahyudin.

Ancaman tak hanya datang dari banjir dan longsor. Potensi gempa akibat aktivitas Sesar Lembang yang membentang dari Kabupaten Bandung hingga Padalarang juga menjadi momok menakutkan. Lebih ironis lagi, banyak bangunan wisata di Lembang berdiri tepat di atas zona sesar aktif tersebut.

"Kemudian rata-rata bangunan wisata di Lembang juga berdiri di atas zona Sesar Lembang. Ini sangat berbahaya karena potensi gempa dan longsor yang terjadi," ungkap Wahyudin.

Reaksi pemerintah baru terlihat setelah bencana menerjang. Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, mengakui adanya alih fungsi lahan di Lembang, usai respons dari Gubernur Jawa Barat terkait rentetan bencana. Jeje bahkan turun langsung meninjau lokasi terdampak longsor di Desa Wangunsari dan Cikahuripan.

"Tentunya nanti kita cek izin pembangunan, akan diperketat. Apalagi ini kan masuknya wilayah KBU (Kawasan Bandung Utara). Nanti kita akan kaji semuanya," janji Jeje saat ditemui di Lembang, Sabtu (24/5/2025).

Janji penertiban dan pengkajian izin tentu disambut baik. Namun, pertanyaan besarnya adalah, apakah langkah ini tidak terlambat? Akankah pesona Lembang tetap lestari, ataukah terus tergerus beton dan bencana akibat abai pada alam? Waktu akan menjawabnya.

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut