Ledia Hanifa Soroti Efisiensi dan Prioritas Program Makan Bergizi Gratis di Sekolah

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, melakukan kunjungan ke sejumlah sekolah di Kota Bandung dan Kota Cimahi untuk meninjau langsung pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kegiatan ini dilakukan selama masa reses dengan tujuan menyerap aspirasi serta mengevaluasi efektivitas pelaksanaan program di lapangan.
Dalam kunjungannya, Ledia merangkum empat catatan penting yang menjadi sorotan utama untuk perbaikan program ke depan.
Menurut Ledia, belum semua sekolah memiliki kebutuhan yang sama terhadap program MBG. Ia menemukan bahwa ada sekolah dengan mayoritas siswa berasal dari keluarga kurang mampu—yang memang sangat membutuhkan dukungan makanan bergizi—namun ada pula sekolah dengan latar belakang siswa yang relatif mampu.
“Mengingat pelaksanaan program ini membutuhkan dana sangat besar dan saat ini bahkan belum bisa menjangkau semua sekolah di seluruh Indonesia, maka diperlukan pendataan yang lebih jelas agar diperoleh informasi akurat mana-mana sekolah yang harus diprioritaskan menerima program MBG ini,” jelas Ledia.
Ledia juga menyoroti persoalan kelebihan jumlah paket makanan yang dikirim ke sekolah. Dalam satu kasus, sebuah SMP dengan 800 siswa kerap menerima 800 paket setiap hari, padahal rata-rata 60 siswa absen.
“Kalau sudah punya ukuran rata-rata ini, mungkin tidak harus dikirim 800 paket makanannya, bisa saja 750 cukup. Agar kita bisa melakukan efisiensi dan mencegah pemborosan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa efisiensi tidak berarti menurunkan kualitas makanan, tetapi melalui pengelolaan jumlah yang lebih akurat. Menurutnya, komunikasi antara pihak sekolah dan dapur penyedia MBG dapat menjadi kunci untuk menyesuaikan pengiriman harian.
“Makanan itu kan diantar siang ya, diolah sejak pagi. Dari 800 siswa, yang tidak hadir 60 orang. Maka bisa dikirim 750 paket saja. Masih memadai. Lama-lama akan ketemu polanya,” tambah Ledia.
Dampak lain dari program ini adalah produksi sampah harian yang cukup besar, seperti kemasan makanan, sisa makanan, hingga kulit buah. Beberapa sekolah mulai kewalahan menghadapi masalah baru ini.
“Sampah diproduksi setiap hari padahal tidak semua wilayah punya sistem pengelolaan sampah yang baik dan cepat. Sekolah pada akhirnya memerlukan bantuan dalam hal pengelolaan sampah,” ungkapnya.
Ledia menyarankan adanya kolaborasi antara sekolah, RW, hingga kelurahan untuk mencari solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan, seperti komposting atau magotisasi.
Dari hasil kunjungan dan laporan yang diterima Komisi X, Ledia menekankan pentingnya memprioritaskan program MBG untuk wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang masih banyak mengalami kekurangan gizi dan stunting.
“Daerah 3T sungguh sangat perlu diafirmasi agar percepatan ketercapaian gizi sehari-harinya itu bisa memadai,” katanya.
Ia mengingatkan pemerintah agar memfokuskan program MBG pada daerah-daerah dengan tingkat kebutuhan tertinggi terlebih dahulu.
“Ini tentu memerlukan pendataan yang tepat agar program ini bisa benar-benar mendorong peningkatan gizi anak-anak Indonesia masa depan,” tutup Ledia.
Editor : Rizal Fadillah