Badan Geologi Ungkap Risiko Longsor Besar di Tol Cisumdawu, Ini Peta Ancaman Terbarunya

SUMEDANG, iNewsBandungraya.id - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan peringatan serius terkait potensi pergerakan tanah yang semakin meluas di ruas Tol Cisumdawu Km 177, tepatnya di Dusun Bojongtotor, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menekankan pentingnya langkah-langkah mitigasi struktural guna mencegah dampak lebih parah terhadap infrastruktur dan keselamatan warga sekitar.
“Langkah pertama yang kami rekomendasikan adalah pembenahan sistem drainase bawah permukaan, seperti dewatering atau pemasangan subsurface-geodrain dan deep well, untuk mengurangi tekanan air pori pada tubuh lereng,” jelas Wafid dalam keterangan resminya. Ia juga menambahkan pentingnya perbaikan drainase di permukaan lereng untuk mencegah akumulasi air hujan.
Tak hanya itu, Wafid mengungkapkan perlunya penguatan struktur lereng, termasuk memastikan pondasi bore pile tertanam hingga menembus bidang gelincir, serta memperkuat tembok penahan yang rusak. “Lalu dilakukan revegetasi untuk menekan erosi dan infiltrasi air hujan ke dalam lereng,” katanya.
Sebagai bagian dari sistem peringatan dini, pemantauan secara real-time dengan alat geodetik dan geoteknik juga dianggap krusial. Sistem ini bertujuan mendeteksi perubahan atau deformasi, baik di permukaan maupun bawah tanah, yang bisa menjadi indikator awal sebelum terjadi longsor besar.
Badan Geologi juga merekomendasikan evaluasi rutin terhadap kestabilan lereng, termasuk dengan memperhitungkan dampak infiltrasi air dan potensi gempa. “Jika upaya mitigasi struktural sudah dilakukan dan kondisi pergerakan tanah masih berlanjut atau berkembang, perlu dilakukan pemindahan permukiman di bagian atas lereng serta pengalihan jalur transportasi kendaraan,” tegas Wafid.
Fenomena pergerakan tanah di titik ini bukan hal baru. Berdasarkan catatan Badan Geologi, aktivitas tanah mulai teridentifikasi sejak awal 2017, jauh sebelum proyek Jalan Tol Cisumdawu dibangun. Saat itu, retakan muncul di area kebun, jalan arteri, dan sejumlah rumah warga.
Namun, pergerakan tanah berkembang signifikan pada 2021 setelah pemotongan lereng untuk pembangunan tol. Kondisi semakin memburuk pada akhir Mei 2025, usai diguyur hujan deras dalam durasi yang lama. Gerakan tanah membentuk amblasan intensif, memunculkan kekhawatiran akan terjadinya longsor besar.
Jenis pergerakan tanah yang terjadi dikategorikan sebagai rayapan (creep) dengan cakupan area seluas 7,36 hektare, panjang 340 meter, dan lebar maksimal 275 meter. Retakan di lapangan terlihat seperti tapal kuda, dengan penurunan di bagian mahkota mencapai 1,35 hingga 1,65 meter. Retakan ini memiliki lebar antara 5–30 cm, panjang 5–140 meter, dan kedalaman mencapai 2 meter. Meski lambat, gerakan ini berpotensi berkembang menjadi longsor dalam dengan bidang gelincir melengkung (rotational landslide).
Data dari drone LIDAR dan pemetaan elevasi digital mengungkap bahwa longsor telah merusak sekitar 193 meter ruas tol di kedua arah, baik ke Bandung maupun Sumedang. Lereng tengah mengalami amblasan parah, menyebabkan beberapa tiang fondasi dan Dinding Penahan Tanah (DPT) mengalami kerusakan.
Di sisi bawah lereng, badan jalan tol mengalami pengangkatan (bulging) setinggi 20–50 cm. Hal ini mendorong pengelola tol, PT Citra Karya Jabar Tol (CKJT), untuk segera melakukan pengerukan dan perataan ulang guna menjaga kelancaran lalu lintas.
Sementara itu, warga yang tinggal di sekitar lokasi, terutama yang rumahnya berada dekat dengan mahkota longsor, mulai merasa cemas. Ancaman longsor yang terus berkembang membuat masyarakat berharap adanya tindakan cepat dan menyeluruh dari pemerintah.
Editor : Rizal Fadillah