Pemberdayaan Warga Binaan Lapas Garut dengan Produksi Coir Shade Berdampak Luar Biasa

GARUT, iNewsBandungRaya.id - Program pembinaan dan pemberdayaan warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Garut dengan memproduksi coir shade dinilai berdampak luar biasa, baik perilaku maupun ekonomi. WBP menjadi lebih produktif.
“Garut di Priangan Timur punya banyak limbah sabut kelapa yang dikelola oleh masyarakat. Karena itu, saya memilih mengelola sabut kelapa bagi warga binaan di Lapas Garut,” kata Kepala Lapas (Kalapas) Garut Rusdedy, Sabtu (5/7/2025).
Rusdedy menyatakan, untuk pemberdayaan warga binaan, Lapas Garut bekerja sama dengan perusahaan bernama Coir Indonesia milik Cepi Mangkubumi yang memproduksi coir shade.
Warga binaan, ujar Rusdedy, menjadi tenaga kerja pengolahan sabut kelapa. Produk ini sangat padat karya sehingga bisa menyerap banyak warga binaan. Selain itu, tidak membutuhkan keahlian khusus karena rata-rata napi tidak mampu bila harus mengerjakan pekerjaaan dengan keterampilan tinggi.
“Memproduksi coir shade dari sabut kelapa ini mudah. Napi cukup diajar 2-3 hari langsung sudah bisa. Dengan semakin banyak berlatih langsung bekerja, keterampilannya semakin tinggi sehingga lebih banyak coir shade yang dihasilkan. Jadi apa yang kami pilih ini memang sangat cocok dan relevan untuk diterapkan di lapas karena hampir semua warga binaan bisa terlibat,” ujar Rusdedy.
Kalapas Garut menuturkan, manfaat produksi coir shade di lapas sangat luar biasa. Warga binaan memiliki pekerjaan selama ada di dalam lapas. Mereka punya keterampilan menganyam dan mendapat penghasilan. Kalau rajin dan tekun, penghasilan mereka akan banyak.
“Jadi selama ada di dalam lapas mereka produktif, ada penghasilan yang bisa digunakan untuk kehidupan sehari-hari di lapas, tidak membebani keluarga. Bahkan, warga binaan bisa menabung dan membekali keluarga saat berkunjung,” tutur Kalapas.
Rusdedy mengatakan, lapas sebagai institusi pemerintah yang ditugaskan melakukan pembinaan, sangat terbantu dengan kegiatan ini. Tupoksi pembinaan kemandirian berjalan baik dengan pemberian upah kepada warga binaan yang bekerja.
Selain itu, ucap Rusdedy, negara juga tiap tahun mendapat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari produksi coir shade. Nilai PNBP adalah 10 persen dari nilai jual produk yang dihasilkan setiap tahun dan disetor setahun sekali.
"Tidak ada pemotongan upah bagi warga binaan. Petugas yang terlibat dalam pembinaan, pengawasan dan pengamanan juga mendapat insentif 10 persen dari total upah warga binaan," ucap Rusdedy.
Menurut Kalapas, kegiatan produksi coir shade dalam Lapas Garut ini sangat membantu masyarakat dan pengusaha. Masyarakat terbantu sebab sabut kelapa yang biasanya dibuang, menjadi bernilai ekonomi.
Dunia usaha juga terbantu, ada beberapa pabrik penghasil cocofiber dan rope (tali) yang hampir bangkrut karena sulitnya tenaga kerja akhirnya hidup kembali dengan memenuhi kebutuhan perusahaan milik Cepi Mangkubumi yang sebagian pekerjaan finisingnya dilakukan di Lapas Garut.
“Sampai sekarang Kang Cepi dan kami masih kekurangan bahan baku. Ini peluang bagi masyarakat untuk membuka pengolahan sabut jadi cocofiber dan rope. Nilai ekonomi secara makro mungkin tidak terlalu besar tetapi multiplier efeknya lumayan dan memberi penghasilan bagi masyarakat dan warga binaan,” ujar Kalapas.
Perusahaan juga terbantu karena salah satu kendalanya adalah sulit mencari tenaga kerja. Ketika ada pekerjaan lain di luar sering produksi berkurang, juga ada waktu libur sehingga tidak beroperasi.
"Padahal perusahaan sudah terikat kontrak dengan pembeli, kalau seperti itu bisa saja kontrak tidak bisa dipenuhi. Jadi lapas membantu perusahaan supaya bisa memenuhi target produksi," tutur Rusdedy.
Dia menegaskan, tupoksi lapas adalah pembinaan, sedangkan pendapatan dari produksi coir shade bukanlah tujuan utama. Kegiatan Lapas Garut ini bisa menjadi role model untuk diterapkan di lapas-lapas lain.
“Saya 25 tahun menjadi petugas lapas dan berani menyimpulkan bahwa satu-satunya kegiatan produktif yang banyak menyerap tenaga kerja dalam lapas adalah pengolahan sabut kelapa,” kata Rusdedy.
Proses dari sabut jadi coir shade lumayan panjang, pertama sabut dicacah, diurai dan diayak sehingga jadi cocofiber dan cocopeat.
Cocopeat jadi media tanam dan pupuk, cocofiber dibuat jadi tali. Tali sabut kelapa dianyam menjadi kain. Lalu, kain dipotong jadi coir shade sesuai pesanan pembeli. Warga binaan bisa mengerjakan semua dari sabut sampai jadi coir shade.
“Jadi napi tidak hanya makan tidur saja di lapas, mereka sudah diberi makan, tempat tidur, dijaga, sakit diobati oleh negara," ujar Kalapas.
"Dengan adanya kegiatan ini setidak-tidaknya mereka memberi manfaat balik bagi negara dan masyarakat. Pengolahan sabut kelapa mampu mewujudkan ini. Kalau usaha lain misalnya garmen tidak semua napi bisa, misalnya ada 100 mesin jahit di lapas belum tentu ada 100 napi yang bisa mengoperasikannya," tutur Rusdedy.
Tentang kegiatan peternakan di lapas, Kalapas menilai bagus untuk membina WBP. Tetapi, serapan tenaga kerjanya rendah. Di Lapas Garut dilaksanakan ternak ayam broiler bekerja sama dengan perusahaan. Namun hanya mempekerjakan 3 napi.
"Pertanian bagus, Lapas Garut juga ada, hanya menyerap tenaga kerja 10-20 napi. Sedang coir shade ini menyerap 100-200 napi tergantung kapasitas tempat,” ucap Kalapas.
Editor : Agus Warsudi