DPRD Kota Bandung Soroti Isu Dugaan Nepotisme di Perumda Tirtawening, Desak Evaluasi

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin Sanjaya menyoroti isu dugaan nepotisme dalam pengangkatan pegawai di Perumda Tirtawening Kota Bandung.
Edwin mendesak pihak terkait segera melakukan klarifikasi dan evaluasi menyeluruh terhadap keputusan-keputusan strategis pada masa akhir jabatan mantan pimpinan Perumda Tirtawening.
"Evaluasi mencakup audit terhadap seluruh proses manajerial dalam sepuluh tahun terakhir," kata Wakil Ketua DPRD Kota Bandung.
Masyarakat juga mendorong Pemkot dan DPRD Kota Bandung membentuk tim audit independen untuk mengurai persoalan secara objektif dan transparan.
Tujuannya, tak hanya menyelesaikan persoalan nepotisme tapi juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan perusahaan air minum milik daerah tersebut.
Saat ini, kepemimpinan sementara Perumda Tirtawening berada di bawah Dewan Pengawas. Proses seleksi direksi baru dijanjikan akan dilakukan secara terbuka dan profesional guna memastikan tata kelola perusahaan berjalan tanpa intervensi politik dan kepentingan personal.
Harapan publik pun tertuju pada langkah nyata untuk menjamin kepastian hukum, perlindungan terhadap hak-hak pegawai, dan pemulihan citra institusi yang sempat tercoreng akibat dugaan praktik nepotisme.
Pemkot Bandung diharapkan dapat menjadikan momentum ini sebagai titik balik untuk menghadirkan reformasi manajerial yang lebih sehat, transparan, dan akuntabel di lingkungan BUMD.
Diketahui, polemik kembali menerpa Perumda Tirtawening Kota Bandung setelah muncul dugaan praktik nepotisme yang melibatkan mantan direktur perumda.
Isu ini menjadi sorotan publik dan DPRD Kota Bandung setelah terungkap setelah 17 pegawai, kerabat dari eks direksi, mulai dari adik, ipar, hingga keponakan bekerja di perusahaan daerah itu.
Kasus ini bermula dari audit yang dilakukan terhadap struktur kepegawaian di lingkungan Perumda Tirtawening. Hasilnya menunjukkan indikasi pengangkatan sejumlah pegawai ke posisi strategis yang memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan terdahulu.
Pengangkatan ini disebut-sebut dilakukan pada akhir masa jabatan mantan direksi tanpa kesiapan anggaran memadai untuk tahun berjalan maupun tahun anggaran selanjutnya.
Selain itu, proses rekrutmen terhadap 132 pegawai baru yang dilaksanakan menjelang akhir periode kepemimpinan juga dipertanyakan.
Langkah itu menimbulkan kekhawatiran karena tidak tercermin dalam rencana anggaran perusahaan tahun 2025. Tanpa alokasi anggaran jelas, rekrutmen dinilai berpotensi menimbulkan beban keuangan dan konflik administratif.
Editor : Agus Warsudi