3 Klaster Tersangka Kasus Kerusuhan di Bandung, Provokator-Pelaku Anarkistis-Pengalang Dana
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Polda Jabar menetapkan 42 tersangka kasus kerusuhan di Kota Bandung yang terjadi pada Jumat 29 Agustus hingga Senin 1 September 2025 lalu. Ke-42 tersangka tersebut terbagi dalam tiga klaster tindak pidana atau pelanggaran hukum yang mereka lakukan.
Kasus anarkistis yang terjadi di Kota Bandung dan beberapa daerah di Jawa Barat itu ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) dan Ditressiber Polda Jabar
Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan mengatakan, tiga klaster tersebut antara lain, klaster pertama, sebanyak 26 tersangka diduga merencanakan dan melakukan aksi anarkistis saat unjuk rasa berujung ricuh.
Klaster kedua, para tersangka yang terpengaruh ajakan melakukan perusakan dan pembakaran, merekam, mengunggah, menyebarkan aksi anarkistis.
"Seperti pembakaran, perusakan, hingga peledakan fasilitas umum dan kantor pemerintahan. Total tersangka di klaster ini 13 orang," kata Kapolda Jabar, Selasa (16/9/2025).
Klaster ketiga, ujar Kapolda, tersangka meminta dukungan dari kelompok anarkistis di luar negeri. Bahkan tersangka menerima dana dari kelompok anarkistis internasional itu untuk mendanai aksi anarkistis mereka. Jumlah tersangka di klaster ini 3 orang berinisial MAK, DD, dan AF.
"Hasil penyelidikan kami menunjukkan aksi anarkistis di Bandung ini sudah direncanakan. Para pelaku tidak hanya turun ke jalan, tetapi juga merakit molotov, bom pipa, hingga melakukan uji coba ledakan. Ada pula yang berperan menyebarkan propaganda dan provokasi melalui media sosial untuk mengajak masyarakat melakukan kekerasan," ujar Irjen Rudi.
Kapolda menuturkan, di balik kerusuhan yang terjadi, para pelaku mendapatkan bantuan dana dari kelompok anarkis luar negeri. Dana itu digunakan untuk membeli petasan dan bahan bakar untuk membuat molotov.
"Saat kerusuhan terjadi di Kota Bandung, petasan dan molotov tak henti-hentinya diarahkan ke gedung DPRD Jabar, dari sore hingga malam. Ini ternyata karena ada yang mendanai, kelompok anarkistis luar negeri," tutur Kapolda.
Irjen Rudi menjelaskan, terdapat beberapa tersangka yang diduga terafiliasi dengan jaringan luar negeri. AD, RM, GH, dan MN adalah tersangka yang berafiliasi dengan jaringan internasional.
Penyidik Polda Jabar memiliki bukti aliran dana melalui transaksi digital Paypal, namun belum bisa ditunjukkan karena masih dalam proses penyidikan.
"Saya punya chatnya tapi tak bisa ditunjukan karena masih dalam proses penyidikan, ada dana masuk dan keluar puluhan juta rupiah (diduga dari kelompok anarkis luar negeri)," ucap Irjen Rudi.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Polda Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, tersangka MAK, AD, dan AF memiliki jaringan internasional yang berbeda.
"Ya (ketiga tersangka memiliki jaringan internasional berbeda). Mereka simpatisan Anarko," kata Kabid Humas.
"Mereka tidak hanya memposting, men-tag, mereka juga sebagai pelaku di lapangan. Untuk mendapatkan dukungan itu, mereka mengunggah video aksi anarkistis di Indonesia," ujar Kombes Hendra.
Menurut Kabid Humas, jika diakumulasikan, dana yang mereka terima mencapai miliaran rupiah. Uang tersebut sebagian digunakan kepentingan pribadi dan sebagian lagi untuk mendanai aksi anarkistis. "Kalau diakumulasikan bisa satu m (Rp1 miliar). Iya (ada yang masuk kantong pribadi)," tuturnya.
Kombes Hendra mengatakan, 26 tersangka klaster pertama disangkakan melanggar Pasal 187 dan/atau Pasal 170 dan/atau Pasal 406 KUHP, serta Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951. Ancaman hukuman pidana penjara bagi klaster ini adalah maksimal 20 tahun.
Tersangka klaster kedua, melanggar Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU RI No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan/atau Pasal 170 KUHP, dan/atau Pasal 406 KUHP, dan/atau Pasal 66 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, serta/atau Pasal 55 dan/atau Pasal 56 KUHP. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 6 tahun.
Tiga tersangka klaster ketiga, melanggar Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU RI No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
Editor : Agus Warsudi