Rumah Reyot isi 11 Orang di Kota Banjar Diselamatkan “Bos Koi” Hartono Soekwanto
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Kisah memilukan keluarga Kar’an dan Tati di Dusun Cibeureum, Desa Balokang, Kota Banjar, Jawa Barat, yang hidup bersama 11 anggota keluarga di rumah reyot nyaris ambruk, akhirnya mendapatkan harapan baru. Kepedulian datang dari Hartono Soekwanto, seorang pengusaha asal Bandung yang dikenal sebagai “Bos Koi”.
Hartono tergerak setelah membaca berita dan unggahan di media sosial tentang kondisi keluarga Kar’an. Tanpa menunggu lama, ia langsung mendatangi rumah mereka. Melihat gubuk yang berdinding bilik bambu lapuk dan beratap bocor, tempat tiga keluarga hidup berdesakan, membuatnya tersentuh.
“Aduh Bapak, Ibu, saya khawatir melihat rumahnya. Izin saya bangunkan rumah ya. Sekarang lebih baik tinggal di kontrakan dulu sambil menunggu rumah selesai,” ujar Hartono kepada keluarga Kar’an pada Rabu (22/10/2025).
Tidak sekadar janji, Hartono segera menyewakan kontrakan agar keluarga Kar’an, Tati, anak, dan cucu mereka dapat tinggal dengan aman dan nyaman selama pembangunan rumah baru. Bantuan ini langsung menjawab kebutuhan mendesak mereka.
“Saya sekarang merasa lega rumah lama yang nyaris sudah dirobohkan, rumah baru kita bangun, untuk sementara agar tenang Ibu dan bapak tinggal di kontrakan dulu selama proses pembangunan,” kata Hartono.
Selain membantu keluarga Kar’an, Hartono berencana menebar kebaikan kepada warga lain yang membutuhkan.
“Saya ingin menebar kebaikan. Semoga mereka bisa sukses dan suatu hari juga bisa membantu orang lain,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada warga dan pemerintah Desa Balokang, yang turut membantu membangun rumah keluarga Kar’an.
“Saya ucapkan terima kasih untuk semua warga dan unsur pemerintah Desa Balokang Kecamatan Banjar, yang juga bahu membahu membantu membangun rumah pak Kar’an,” tambah Hartono.
Pembangunan rumah baru ini merupakan hasil kolaborasi berbagai pihak. Baznas Kota Banjar memberikan bantuan awal sebesar Rp10 juta melalui program rumah tidak layak huni (Rutilahu), Hartono menyumbang Rp25 juta, dan Jabar Bergerak bertindak sebagai fasilitator.
Selama lebih dari tiga tahun, Kar’an (64) dan Tati (61) hidup di gubuk darurat yang dibangun di atas tanah milik orang lain dengan bahan seadanya, seperti kayu bekas dan bilik bambu. Kesebelas anggota keluarga tidur di lantai tanah, berjuang keras untuk bertahan hidup.
“Kadang kami hanya makan singkong. Kalau ada uang, beli beras. Kalau tidak, ya makan apa yang ada,” ungkap Kar’an.
Ia pun merasa sedih melihat anak dan cucunya hidup dalam keterbatasan, terutama setelah bantuan beras dari pemerintah yang sempat mereka terima berhenti beberapa bulan terakhir.
Editor : Agung Bakti Sarasa