get app
inews
Aa Text
Read Next : BREAKING NEWS: Gelombang PHK Capai 44 Ribu Pekerja, Jawa Barat Jadi Penyumbang Terbanyak

Terungkap Penyebab PHK di Jabar Tertinggi di Indonesia, UU Cipta Kerja dan Banjir Produk Impor

Rabu, 26 November 2025 | 17:23 WIB
header img
Karyawan hotel kena PHK. (Foto: Ilustrasi/Freepik)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Dua organisasi buruh Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jabar dan Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang Dan Kulit (FSP TSK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) mengungkap penyebab kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat tertinggi di Indonesia.

PHK massal di Jabar itu dipengaruhi oleh kombinasi tiga faktor, yaitu, industri, kebijakan perdagangan, dan regulasi ketenagakerjaan yang tak berpihak kepada buruh.

Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jabar Dadan Sudiana mengatakan, skala industri yang besar di Jawa Barat membuat provinsi ini paling terdampak setiap terjadi gejolak ekonomi. 

"Jumlah PHK paling banyak terjadi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jawa Barat akibat banjir produk impor," kata Dadan.

Kebijakan perdagangan yang melonggarkan izin produk tekstil China ke pasar Indonesia, membuat produsen lokal tidak mampu bersaing. “Banyak pabrik tekstil yang kesulitan hingga akhirnya tutup,” ujar Dadan. 

Dadan menuturkan, SPN Jabar mencatat kawasan industri tekstil, seperti, Majalaya dan Cimahi mengalami penurunan aktivitas produksi. 

"Peralihan industri otomotif menuju kendaraan listrik juga memukul perusahaan pemasok komponen konvensional, seperti knalpot dan oli," tutur Dadan.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang Dan Kulit (FSP TSK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto, menilai regulasi ketenagakerjaan juga membuat angka PHK melonjak di Jawa Barat.

UU Cipta, kata Roy, mempermudah proses PHK dan menurunkan nilai pesangon sehingga efisiensi melalui PHK menjadi opsi termurah bagi perusahaan. “PHK menjadi pilihan karena pesangon kecil,” kata Roy Jinto.

Roy menjelaskan, alasan PHK perlu diverifikasi lebih jauh. Dalam sejumlah kasus, PHK dilakukan bukan karena perusahaan bangkrut, melainkan strategi perusahaan mengganti buruh tetap dengan pekerja kontrak, outsourcing, atau magang. “Praktik seperti itu sangat mungkin terjadi,” ujar Roy.

Selain UU Cipta Kerja, tutur Roy, gejolak sektor tekstil dan garmen juga dipengaruhi banjir produk impor dan  kebijakan perdagangan global yang melemahkan posisi produsen domestik.

Untuk mencegah agar PHK massal tak terus terjadi, Dadan dan Roy mendorong pemerintah pusat dan daerah memperkuat perlindungan industri lokal, meningkatkan daya beli buruh melalui kebijakan upah memadai, dan memastikan pengawasan ketenagakerjaan berjalan ketat agar perusahaan tidak memanfaatkan celah regulasi.

Diketahui, berdasarkan Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), PHK di Indonesia mencapai 70.244 pekerja sepanjang Januari–Oktober 2025.

Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah PHK tertinggi mencapai 15.657 orang. Kemudian, di posisi kedua, Jawa Tengah 13.545, dan Banten 6.863. Februari tercatat sebagai bulan PHK terbanyak, yakni 18.516 pekerja.

Editor : Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut