Dedi Mulyadi Tegaskan Pohon Harus Dijaga, Kritik Keras Pengelolaan Lahan PTPN
BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan komitmennya menjaga kelestarian lingkungan dengan menyoroti keras pengelolaan lahan perkebunan milik PTPN yang dinilai telah menyimpang dari fungsi konservasi. Ia menekankan, siapa pun pengelolanya, pohon dan hutan tidak boleh hilang.
“Saya tidak peduli tanah digarap oleh siapa, oleh PTPN atau oleh warga. Yang saya jaga cuma satu, pohonnya tidak boleh hilang,” ujar Dedi saat peninjauan penanaman kembali di kawasan perkebunan.
Dedi mengaitkan alih fungsi lahan dengan meningkatnya banjir di Bandung. Menurutnya, perubahan dari tanaman tahunan ke tanaman sayuran menyebabkan daya serap tanah menurun dan memicu kerusakan lingkungan.
Ia menilai praktik penyewaan lahan yang dilakukan sejak awal membuat penggarapan tidak terkendali.
“Karena lahannya disewa-sewakan, akhirnya banyak yang berani menggarap,” katanya.
Ia menegaskan akan melawan siapa pun yang merusak alam, termasuk bila dilakukan oleh pengelola BUMN. Dedi juga meminta penertiban bangunan semi permanen dan aktivitas pertanian sayuran di kawasan lindung, serta penindakan terhadap aparat atau pegawai yang terbukti lalai.
Terkait keberlanjutan penanaman, Dedi meminta pengawasan ketat agar tanaman tidak kembali dicabut. Ia mendorong pemasangan plang larangan dan pengamanan lapangan.
“Kalau sudah dikawal, harus tegas supaya tidak diulang,” ujarnya.
Sementara itu, Regional Head PTPN I Regional 2 Desmanto menyebutkan, dari hampir 6.000 hektare lahan PTPN, sekitar 1.500 hektare telah beralih fungsi menjadi tanaman sayuran. Kondisi tersebut meningkatkan run off dan pendangkalan sungai.
“Kalau sudah bencana, biayanya jauh lebih besar daripada upaya pemulihan sekarang,” kata Desmanto.
Ia menambahkan, sebagian besar alih fungsi merupakan garapan tanpa kerja sama resmi. Sejak diberlakukannya moratorium, seluruh kerja sama dihentikan dan lahan dikembalikan ke tanaman perkebunan tahunan seperti teh dan kopi guna memulihkan fungsi konservasi.
Editor : Rizal Fadillah