Ternyata, perkuliahan yang ia jalani di Amerika ini berbeda dengan yang selama ini ia tempuh di ITB. Menurutnya, studi kali ini mengajarkan pendekatan yang spesifik dalam melakukan suatu proses desain.
Setelah meraih gelar Master of Science dan kembali ke Tanah Air dan diangkat sebagai dosen di Program Studi Arsitektur ITB. Keajaiban pun datang di tahun 1994, ia dan seorang pelukis serta pematung tersohor Indonesia Sunaryo bekerja sama untuk mendesain Selasar Sunaryo Art Space (SSAS).
Proyek yang selesai dibangun pada tahun 1998 ini berhasil meraih penghargaan IAI Awards 2002. Hal ini pun menjadi titik balik dari karier Baskoro sebagai seorang arsitek.
“Proyek saya yang pertama kali. Selasar Sunaryo mengubah jalan karier saya,” tuturnya.
Tak puas dengan segala pencapaian yang ia coretkan, Baskoro kembali mengejar pendidikan di Department of Architecture, Osaka University Jepang.
“Saya belajar dari banyak arsitek hebat tentang desain ‘compact-living’ dan gaya arsitektural Jepang," ucap pria kelahiran tahun 1956 ini.
Setelah lulus pada tahun 1999, ia lantas memutuskan untuk bergabung di beberapa asosiasi arsitek seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Arsitek Muda Indonesia (AMI). Beliau juga mendirikan sebuah firma desain yang dinamakan Baskoro Tedjo & Associates.
Sekarang, ia banyak membawa karyanya mengikuti pameran-pameran hingga ke mancanegara, salah satunya adalah di Hague, Belanda, pada 23 April 1999. Melalui firma yang dibuatnya, beliau juga banyak mengikuti sayembara desain bangunan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta