BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID - Kuasa hukum terdakwa mantan Wali Kota Cimahi, Ajay M Priatna menyesalkan penangkapan yang dilakukan oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Hari Kemerdekaan 17 Agustsu 2022 silam.
Koordinator kuasa hukum terdakwa Ajay, Fadli Nasution mempertanyakan alasan mengapa kliennya ditangkap KPK. Terlebih Ajay dijemput dengan tiga mobil KPK persis di depan pintu Lapas Sukamiskin.
"Seakan-akan klien kami pencuri uang negara. Padahal, justru penyidik KPK yang melakukan pemerasan," kata Fadli usai sidang pembacaan nota eksepsi terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung, Rabu (7/12/2022).
"Apa urgensinya harus ditangkap? Patut diduga klien kami telah dizalimi, seharusnya KPK sebagai lembaga penegak hukum menjadikan hukum sebagai panglima, bukan malah sebagai alat politik kekuasaan," lanjutnya.
Oleh karena itu, pihaknya menolak seluruh dakwaan jaksa. Dia menilai, penanganan perkara justru ditujukan semata untuk memulihkan citra KPK yang terpuruk akibat adanya penyidik yang melakukan pemerasan sejumlah kepala daerah.
Selain itu, lanjut Fadli, dakwaan jaksa juga tidak cermat. Ketakcermatan terletak pada dalil dalam dakwaan penyelidikan KPK terkait dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kabupaten Bandung Barat pada Mei 2020.
"Perkara itu tidak ada kaitannya dengan Ajay selaku Wali Kota Cimahi. Dan lagi, KPK tidak pernah melakukan penyelidikan perkara Bansos Covid-19 di Kota Cimahi tahun 2020," jelas Fadli.
Pada bagian lain, dakwaan jaksa dianggap tidak lengkap. Ketaklengkapan didasari oleh berkas perkara yang dijadikan sebagai dasar oleh penuntut umum dalam menyusun dakwaan. Pada dakwaan penuntut umum tidak menyertakan barang bukti uang sebasar Rp 507.390.000.
Menurut Fadli, uang tersebut dijadikan jaksa sebagai alat bukti tuduhan suap yang diberikan Ajay kepada penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Sesungguhnya, barang bukti uang tersebut melekat dalan putusan perkara Stepanus Robin Pattuju yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
"Uang itu dijadikan sebagai uang pengganti untuk dirampas negara. Oleh karenanya tidak ada alat bukti uang dalam perkara klien kami ini," ujarnya.
Kemudian, dakwaan jaksa juga disebut tidak jelas karena tuduhan kliennya memberi suap kepada penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju adalah keliru. Yang terjadi sebenarnya adalah Ajay diperas dengan cara ditakut-takuti bakal adanya penyelidikan KPK terkait dugaan korupsi Bansos Covid-19 di wilayah Bandung Raya, termasuk Kota Cimahi. Padahal penyelidikan KPK dilaksanakan di Kabupaten Bandung Barat.
"Seharusnya yang diterapkan adalah Pasal 12 huruf e yaitu pemerasan dalam jabatan, dimana Ajay sebagai korban, bukan pemberi suap," tegasnya.
Fadli menambahkan, perkara ini sudah pernah diperiksa dan diadili. Perkara sama yang dimaksud adalah perkara suap perizinan Rumah Sakit (RS) Kasih Bunda tahun 2020 dengan terdakwa Ajay. Lalu perkara Stepanus Robin Pattuju bersama-sama dengan Maskur Husain pada 2021 yang menerima suap dari Syahrial Mantan Wali Kota Tanjung Balai dan Azis Syamsudin, mantan Wakil Ketua DPR RI yang semuanya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Beragam keberatan terdakwa tersebut, imbuhnya, menjadi alasan utama dalam mengajukan eksepsi. Bahkan pihaknya menyebut perkara yang menyeret kliennya tersebut diusut bukan untuk mencari keadilan semata, melainkan untuk memulihkan citra KPK yang kian terpuruk.
Terlebih sambung Fadli, belakangan terungkap ada oknum penyidik KPK yang memeras sejumlah kepala daerah.
"Bagian ini menurut kami penting, karena sejatinya tidak ada suap dalam perkara klien kami. Yang ada adalah penipuan atau pemerasan dalam jabatan," tandasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait