Data menunjukan ketika Kementrian Kelautan dan Perikanan pada 2014 - 2019 bekerjasama dengan TNI AL melakukan penegakan hukum di laut terhadap kapal ikan asing yang melakukan ilegal fishing, dengan jargon terkenal 'TENGGELAMKAN', meningkatkan produktifitas nelayan Indonesia.
"Sekarang data menunjukan menurunnya penegakan hukum di laut terhadap kapal asing pelaku ilegal fishing, menyebabkan menurunnya produktivitas nelayan Indonesia di Natuna. Maka bangsa ini harus berpaling kepada Bakamla untuk menegakkan hukum di laut dengan dukungan anggaran yang memadai," tuturnya.
Menurut Farhan, pemerintah harus berani dalam politik luar negeri bebas aktif yaitu berkehendak menentukan dengan negara mana saja dalam kerjasama dan aktif menjaga kepentingan Indonesia.
"Saya melihat Indonesia harus maksimal memanfaatkan kekuatan ekonomi China khususnya untuk investasi dan kemampuan manufakturing untuk menggenjot sektor riil. Namun untuk kerjasama militer, pilihan kerjasama sebaiknya kepada Amerika Serikat dan sekutunya," katanya.
"Kemudahan akses kepada mereka memberi tambahan kemampuan kita dalam membangun pertahanan. Bahkan kerjasama tidak terbatas pada bidang militer saja, bahkan Bakamla pun bisa mendapatkan manfaat tersebut. Apalagi Jepang sekarang menaikkan anggaran pertahanannya menjadi 2 persen dari GDP nya, yang artinya kenaikan 100 persen. Maka mereka butuh mitra pengamanan laut yang besar seperti Indonesia. Pilihan menarik lain yaitu meningkatkan kerjasama perikanan dengan Taiwan yang mampu menaikan produktivitas di laut Natuna dengan kepatuhan yang relatif baik juga," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait