"Memang kasusnya hampir sama, pertama waktu itu ada perkenalan dengan Direktur Dikdasmen Muhammadiyah Bapak Andriyana. Di sana Jabar infonya pilot digitalisasi smart school untuk para siswa, ada prigram pengadaan gadget se-Jabar. Kemudian kita akhirnya bicaranya bisnis walaupun saling terkait, sebagai penyedia," terang Budi.
"Disepakti rencananya mau pesan 20 ribu unit gadget, kemudian karena nilainya sangat besar kami sanggupnya bertahap. Tahap awal 2.500 unit sudah kita lakukan dan terbayarkan senilai Rp 5,7 miliar. Tahap dua kirim 5.000 unit senilai Rp 10.500.000.000 setelah itu sudah gak bisa (tidak terbayarkan)," tambahnya.
Berbagai alasan diberikan oleh pihak Muhammadiyah, pihaknya langsung melakukan tagihan tapi tidak terbayarkan atau wanprestasi bahkan pihaknya pernah melakukan somasi. Padahal dalam kontrak kerjasama, 45 hari setelah barang sampai Muhammadiyah harus membayar tagihannya.
"Bikin surat somasi sudah dua kali, tagihan kita datang ke Dikdasmen dan datang ke tingkat pusat," ungkapnya.
Sama dengan perusahaan lain, pihaknya belum melakukan upaya hukum selanjutnya dan memilih somasi dahulu karena mengedepankan kekeluargaan.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait