BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Malang nian nasib korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama di Myanmar. Berbagai kekerasan fisik diterima hingga disekap apabila tidak betul dalam pekerjaan.
Kakak korban TPPO di Myanmar asal Bandung, Valeria Buring mengungkapkan berbagai kekerasan fisik yang diterima adiknya, Teodhora Mayang di tempatnya bekerja.
Mayang dan rekan-rekan lainnya rupanya tidak menjalani pekerjaan yang dijanjikan yakni operator setibanya di Kota Myawaddy, Myanmar. Di sana, Mayang dipekerjakan sebagai penipu skimming.
“Ternyata pekerjaan yang dijanjikan sebagai operator tidak ada, mereka disuruh skimming atau mengajak orang investasi ke sebuah website yang bodong,” kata Valeria saat dikonfirmasi, Sabtu (6/5/2023).
Menurut dia, komunikasi dengan sang adik tidak bisa lancar seperti biasanya. Sebab Mayang mulai dibatasi penggunaan ponselnya dan juga disita.
Dalam seminggu, Mayang hanya diberi izin satu kali untuk menelepon keluarganya.
“Sebelum mereka disekap, jadi dia gak bisa pegang HP dengan bebas, mereka itu dikasih ponsel hari Minggu atau Sabtu untuk kasih kabar ke keluarganya. Awalnya tiap minggu, lama-lama jadi sebulan sekali, alasannya karena enggak mencapai target,” beber Valeria.
Pengakuan mengejutkan diceritakan sang adik kepada Valeria setelah sepekan melakoni pekerjaannya. Di sana Mayang dan pekerja lainnya mulai mendapatkan perlakuan yang tidak baik.
Sejumlah hukuman fisik mulai diterapkan, seperti push up, squat jump, hingga kekerasan fisik seperti disetrum dengan alat khusus.
Lalu, benefit yang dijanjikan pun tak pernah diterima Mayang. Pekerja di sana justru harus mendapatkan potongan upah jika melakukan kesalahan dan sakit.
“Lama-lama ada hukuman exercise, seperti push up, squat jump, lari lapangan terus lama-lama ceritanya mulai gak benar. Telat dikit ada dendanya beribu-ribu, gak benar banget saya bilang ini penipuan,” ujarnya.
“Mereka terima gaji cash dan itu enggak full. Ada potong denda, uang sakit berobat dipotong dari gaji mereka, bahkan ada yang minus. Kalau mau pulang harus bayar Rp 150 sampai 200 juta, sebelum kontrak habis gak bisa pulang,” lanjutnya.
Karena sudah tak tahan, secara sembunyi-sembunyi, Mayang pun mengadukan penderitaannya kepada keluarganya. Korban minta dipulangkan karena sudah mendapatkan kekerasan fisik dan upah yang tidak kunjung dibayar.
“Minta tolong gimana ini, kami disiksa, ada yang dipukul, disetrum. Sejauh ini saya (Mayang) disuruh keliling lapangan dan squat jump, tapi teman-teman lainnya ada yang sampai disetrum,” paparnya.
Sampai akhirnya, Valeria dan keluarga korban lainnya mulai melapor ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk meminta bantuan.
“Saya pribadi enggak pernah melapor, diwakili yang lain. Kemarin ke Bareskrim untuk upaya menangkap agen. Kami disuruh buat BAP, dan terakhir komunikasi ke saya, Mayang sebelum disekap itu saat lebaran, 10 hari mereka disekap,” tandasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait