Orang-orang di desa-desa mulai menemukan cara untuk melawan Nian. Mereka menyadari bahwa Nian takut pada suara keras, jadi mereka menggunakan petasan dan mercon untuk menakut-nakuti makhluk tersebut. Cahaya terang dihasilkan dari lentera dan lampu yang dinyalakan di seluruh desa.
Selain itu, orang-orang mengetahui bahwa Nian sangat takut pada warna merah. Oleh karena itu, masyarakat mulai menghias rumah mereka dengan dekorasi merah, mengenakan pakaian merah, dan menyusun pertunjukan merah di desa mereka. Mereka juga menemukan cara untuk membuat cat merah dengan menggunakan bahan-bahan alami.
Dengan menggabungkan ketiga elemen ini, yaitu suara keras, cahaya terang, dan warna merah, orang-orang berhasil menakut-nakuti Nian, membuatnya kabur, dan memastikan keselamatan desa. Sejak saat itu, tradisi menggunakan warna merah, petasan, dan lentera merah menjadi bagian integral dari perayaan Imlek untuk mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan dalam budaya Tionghoa. Orang-orang juga menggunakan kertas merah, lentera, dan dekorasi merah lainnya untuk menakut-nakuti Nian dan melindungi diri mereka dari serangan makhluk tersebut.
Penggunaan warna merah pada saat imlek juga dapat dikaitkan dengan simbolisme kekayaan, kemakmuran, dan keberuntungan dalam tradisi Tionghoa. Oleh karena itu, warna merah menjadi dominan dalam pakaian, dekorasi, dan perayaan selama Imlek. (*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait