BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Seniman asal Bandung, Gabriel Aries Setiadi memamerkan karya seninya dalam pameran tunggal bertajuk “Poetical Urgency” di Lawangwangi Creative Space, Bandung Barat. Pameran yang digelar ArtSociates tersebut diresmikan hari ini, Sabtu (22/6) dan akan dibuka untuk umum mulai tanggal 23 Juni hingga 29 Juli 2024.
Pembukaan pameran dihadiri sejumlah stakeholder seni rupa Indonesia, salah satunya kolektor seni sekaligus pemilik Tumurun Private Museum, Iwan Kurniawan Lukminto. Karya-karya Gabriel yang terpajang di Lawangwangi Creative Space dikuratori Rizki A. Zaelani.
Gabriel adalah seniman lulusan FSRD-ITB yang dikenal dengan karya-karya trimatra serta konsisten menggunakan material alam, yaitu batu. Sebelum pandemi Covid-19, pengajar seni rupa di ISBI Bandung tersebut sudah mulai menggunakan material logam dan industrial seperti fiberglass, dalam bentuk ekspresi lebih abstrak-formalis.
Pameran bertajuk “Poetical Urgency” menjadi penanda penting bagi Gabriel untuk berbagi pengalaman estetik kepada publik dan kolektor, yaitu assembly material batu, logam dan fiberglass yang tidak lagi bersifat metafor atau naratif. Bentuk, struktur dan konstruksi karya yang cenderung arsitektural memberikan petualangan dan sudut pandang apresiasi perupaan lebih luas serta egaliter.
Gabriel menuturkan, proses penciptaan karya untuk pamerannya kali ini tergolong rumit khususnya dalam membangun konstruksi sebuah benda dari material yang berbeda menjadi satu kesatuan struktur. Ia harus memperhitungkan betul aspek ruang, waktu dan konteks material yang tidak lagi metaforma (periode batu).
“Karya-karya ini merupakan rangkuman dari beberapa komposisi gagasan visual. Komposisi itu buat berdasarkan kumpulan temuan-temuan bentuk dan rupa yang dipilih dari proses produksi percontohan serta ingatan visual mengenai karya arsitektur di Eropa, Timur Tengah, Asia juga kota-kota di Tanah Air selepas perjalanan atau kunjungan tertentu. Pengamatan atau riset pada bentuk dan arsitektur itu yang mendorong saya membuat komposisi bentuk dan pilihan material tertentu yang sudah saya jadikan aset di studio, kemudian, saya jadikan karya seni,” ujar Gabriel Aries Setiadi saat peresmian pameran.
Menurut kurator pameran, Rizki A. Zaelani, karya-karya trimatra dari Gabriel terlihat mengupayakan sebuah cipta hubungan material bersifat natural (logam dan batu) dengan kultural (resin) yang dihasilkan dari proses produksi industrial. Gabriel membuat komposisi apik pada bentuk-bentuk yang akrab sekaligus tidak dikenali. Hasil bentukan justru ‘berjarak’ dengan ingatan publik tentang material yang biasanya ditemukan sebagai barang-barang tertentu dalam pengalaman keseharian.
“Dalam patung-patung abstrak itu kita bisa menemukan ‘logika keterkaitan bentuk,’ yang disebut Gabriel sebagai ‘bentuk-bentuk kuncian’ (joined forms). Bagi Gabriel, ihwal sensasi dan komposisi tataran estetik lah yang membungkus seluruh urgensi tindakan penciptaan yang dilakukan akhir-akhir ini. Inilah yang dimaksud dengan ‘urgensi puitik’, atau urgensi tindakan menyatakan; seperti apa yang disebut Deuleuze-Guattari, afek (affect) dan persep (percept) menjadi wujud keberadaan yang bersifat puitik (poetical beings),” tutur Rizki Ahmad Zaelani.
Rizki menyebut, karya Gabriel yang kuat dengan aspek formalisme memiliki urgensi bagi laju perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia. Namun unsur formalisme tersebut tidak lagi berfungsi objektif, tapi sangat subjektif. Konsepsi abstrak atau formalisme dengan teknik assembly pada karya Gabriel secara terstruktur, memungkinkan untuk lebih melebarkan ruang apresiasi pada sensasi dari bahasa rupa melalui konstruksi secara kekaryaan.
"Dalam konteks seni rupa kontemporer hari ini, karya-karya Gabriel merupakan permaianan collective memory dari serpihan bentuk-bentuk arsitektural yang mengarah pada kehadiran wujud perbedaan dan kontras. Namun menjadi simbolisme sebuah proses memahami sudut pandang personal seorang seniman terhadap kesadaran dan laju peradaban masyarakat saat ini," bebernya.
Di tempat sama, Direktur ArtSociates, Andonowati melihat karya-karya Gabriel menyuguhkan daya pikat lebih elegan. Menurutnya, karya Gabriel sudah terlihat unik sejak kali pertama memamerkan karya Tugas Akhir pascasarjana FSRD-ITB di Lawangwangi Creative Space tahun 2020. Pascapandemi, Gabriel matang dalam mengolah media atau material dalam struktur yang lebih simbolik.
“Sepertinya Gabriel Aries Setiadi mewarisi spirit Bandung School atau seni rupa mazhab Bandung dan tetap punya unique approach dalam proses berkarya. Gabriel punya cara berpikir terstruktur menurut saya. Karya-karyanya blend-in (menyatu) dengan ruang dan arsitektural. Di satu sisi, karyam Gabriel ini poetik dan di sisi lain struktural. Rasa dan rasionalitas seperti terkoneksi. Mungkin seperti menyatunya antara puisi/musik dan atematika,” tutur Andonowati.
Sementara itu, Iwan Kurniawan Lukminto yang sudah tidak asing dengan karya seni rupa seniman Indonesia maupun luar negeri, mengapresiasi pameran tunggal Gabriel Aries Setiadi. Ia bahkan mengoleksi karya seni rupa seniman Bandung, termasuk karya-karya Gabriel yang dipajang di ruang koleksi pribadi keluarga Lukminto serta di Tumurun Private Museum, Surakarta, Jawa Tengah.
"Gabriel sudah berevolusi dalam karirnya sebagai seniman dari yang dulu berfokus pada batu, sekarang memadukan material natural dengan yang fabrikasi/industrial dalam satu karya dan terlihat sempurna. Jadi saya sangat berbangga sekali bisa melihat karir Gabriel cukup signifikan perubahannya," kata Iwan.
Baginya, karya yang dipamerkan Gabriel di Lawangwangi Creative Space kali ini sangat luar biasa. Iwan menyebut, Gabriel berhasil dalam memadukan material natural dan industri yang secara karakter sangat berbeda.
“Dengan karya patung abstrak ini mengundang penonton untuk bisa berfikir secara pribadi bagaimana karya ini bisa relate secara personal. Saya pribadi melihatnya tidak hanya dari segi teknik, tapi dari komposisi, creativity itu tertuangkan di karya yang ini,” pungkas Iwan K. Lukminto.(*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait