JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja yang tertuang dalam Peraturan Pemeritah No. 28 tahun 2024 pasal 103 Ayat (4) butir “e”.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji memandang, bahwa pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat. Karena aturan ini jelas menyangkut hajat hidup mereka.
Apalagi, peraturan ini entah bagaimana prosesnya, sangat tidak partisipatif dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya.
“Daripada kontradiktif dengan tatanan sosial di sekolah dan juga merusak moralitas anak-anak, sebaiknya aturan ini dicabut dan didiskusikan kembali dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas,” ucap Ubaid dilansir laman NU Online, Rabu (7/8/2024).
Ubaid mengungkapkan, saat ini Indonesia sedang menghadapi kondisi darurat pornografi dan kekerasan seksual terhadap anak. Menurut data National Centre for Missing Exploited Children (NCMEC), kasus konten pornografi pada anak di Indonesia merupakan yang terbanyak keempat di dunia, dan peringkat dua skala Asia Tenggara.
“Di tengah situasi yang semacam ini, mestinya pemerintah perlu memperkuat pendidikan seksual dan juga pengembangan penyuluhan kesehatan reproduksi pada anak di sekolah, daripada penyediaan alat kontrasepsi,” jelasnya.
Senada, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Achmad Zuhri mendesak, pemerintah segera melakukan revisi dan peninjauan ulang terhadap PP Nomor 28 Tahun 2024 dengan melibatkan berbagai pihak termasuk organisasi keagamaan, ahli pendidikan, dan tokoh masyarakat.
“Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap ketentuan yang diatur dalam PP ini sesuai dengan nilai-nilai agama, moral, dan amanat pendidikan nasional,” ucap Zuhri.
Zuhri menilai, aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tak mencerminkan nilai-nilai ajaran agama Islam yang menjadi landasan moral dan spiritual bangsa Indonesia.
Dia menambahkan, peraturan mengenai hak reproduksi dan kesehatan seksual terlalu liberal dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kesucian dan kehormatan manusia dalam Islam.
“Pendidikan kesehatan, terutama yang berkaitan dengan hak-hak reproduksi, seharusnya disampaikan dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan budaya yang dianut oleh masyarakat Indonesia,” imbuhnya.
Zuhri menjelaskan, bahwa pemerintah seharusnya menggunakan skema pencegahan melalui penguatan nilai moralitas dan edukasi positif tanpa harus memberikan alat kontrasepsi.
Dalam PP tentang Kesehatan itu, Pasal 103 Ayat (4) menyebut sejumlah pelayanan kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja termasuk deteksi dini penyakit, pengobatan, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Bagian penyediaan alat kontrasepsi pada usia sekolah dan remaja ini tidak dijelaskan lebih lanjut di pasal 103. Sementara di Pasal 104, yang mengatur pelayanan kesehatan reproduksi usia dewasa, penyediaan alat kontrasepsi secara jelas disebutkan bagi pasangan usia subur dan kelompok berisiko.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait