GMHI Tuntut Kejari-PN Bandung Tak Berpihak dalam Kasus Tipu Gelap Terdakwa Adetya

Agus Warsudi
Massa GMHI unjuk rasa di Kejari dan PN Bandung. Mereka menuntut penegak hukum tak berpihak di kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Adetya. (FOTO: ISTIMEWA)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Massa Gerakan Mahasiswa Hukum Indonesia (GMHI) menggeruduk Kejari Bandung, Jalan Jakarta dan Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (17/9/2024). GMHI menuntut penegak hukum profesional dan tidak berpihak dalam kasus dugaan kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Adetya. 

Arfi Firmansyah orator aksi mengatakan, kedatangan GMHI ke Kejari Bandung untuk meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) profesional dalam menangani kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Adetyal. 

"Sebenarnya tuntutannya masih sama, mempercepat sidang, juga soal penghinaan terhadap persidangan agar penegak hukum tidak dilecehkan," kata Arfi. 

Dalam aksinya, massa GMHI menggelar mimbar bebas di depan kantor Kejari Kota Bandung macet selama hampir 40 menit. 
Seusai melakukan mimbar bebas di depan Kejari Bandung, Massa lalu bergerak ke Pengadilan Negeri Bandung. 

Di Pengadilan Negeri Bandung, orator aksi Mochamad Riefki Gemilang mengatakan,  menjaga supremasi hukum sangat penting, agar keadilan berpihak kepada korban, bukan kepada pelaku kejahatan atau terdakwa. 

"Kami melakukan aksi ini murni untuk mengawal tegaknya peradilan dan supremasi hukum. Kami akan terus berlanjut dan memantau persidangan kasus dengan Terdakwa Adetya ini, agar penegak hukum memberikan rasa keadilan bagi korban dalam kasus ini," kata Riefki. 

Di PN Bandung, massa menyuarakan 25 tuntutan. Berikut 25 tuntutan GMHI kepada Kejari dan PN Bandung: 

Gerakan Mahasiswa Hukum Indonesia, mengajukan beberapa permohonan dan tuntutan terkait kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Adetya Yessy Seftiani alias Sasha, dengan nomor perkara 312/Pid.B/2024/PN Bdg.

1. Hukum Berat Terdakwa: kami meminta agar putusan terhadap terdakwa Adetya Yessy Seftiani alias Sasha dijatuhkan hukuman dengan seberatberatnya sesuai dengan konstruksi hukum dan pasal yang didakwakan. 

Kami berharap bahwa hukuman yang diberikan mencerminkan keseriusan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa serta memberikan efek jera yang sesuai prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Kami percaya bahwa penjatuhan hukuman yang seberat-beratnya akan memperlihatkan komitmen terhadap penegakan hukum dan keadilan, serta memberikan pesan yang tegas bahwa 
tindak pidana yang dilakukan tidak akan ditoleransi.

2. Perkara Hukum Tidak Berkaitan Dengan Persoalan Pribadi

3. Cabut Izin Praktek Pengacara Terdakwa: kami meminta agar pengacara yang menangani terdakwa, telah terlibat dalam tindakan yang tidak etis dan pengacara terdakwa wajib di tindaklanjuti untuk pencabutan perizinan praktiknya. Kami mengamati bahwa pengacara tersebut tampaknya telah mengajarkan terdakwa untuk melakukan walkout dari persidangan dan memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta serta tidak benar. 

Selain itu, pengacara tersebut juga tampaknya menyajikan urusan pribadi yang tidak relevan dengan jangka waktu dan tempat kejadian perkara.

4. Independensi Pengadilan: Kami meminta agar Pengadilan Negeri Bandung menjaga independensi dan integritasnya dalam menangani kasus ini, tanpa terpengaruh oleh intervensi pihak-pihak tertentu. Kami percaya bahwa keadilan hanya dapat ditegakkan jika proses persidangan dilaksanakan secara objektif dan tanpa adanya campur tangan yang tidak semestinya.

5. Prinsip Keadilan dan Objektivitas: kami meminta bahwa pertimbangan hukum harus berfokus pada bukti dan fakta yang relevan dengan perkara, dan bukan pada isu-isu pribadi yang tidak memiliki hubungan langsung dengan pokok perkara. Prinsip ini penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh pengadilan adalah adil dan berdasarkan pada pertimbangan hukum yang objektif.

6. Fokus pada Bukti dan Fakta Hukum: Penting untuk memastikan bahwa seluruh proses persidangan tetap fokus pada bukti-bukti dan fakta hukum yang relevan dengan dakwaan terhadap terdakwa. Mengaitkan isu pribadi yang tidak relevan dapat mengganggu objektivitas dan keadilan proses peradilan.

7. Tuntutan Terhadap Penghinaan melalui Media: Kami meminta kepada Pengadilan Negeri Bandung untuk menuntut hukuman berat terhadap Pengacara Terdakwa Hotma Sitompul dan Nico Sihombing yang telah menghina korban yang pernyataannya tayang di stasiun TV dengan menyebut korban sebagai "hantu". 

Tindakan ini telah jelas melanggar ketentuan hukum dan merugikan korban secara signifikan. Kami menilai bahwa tindakan penghinaan ini tidak hanya merugikan secara pribadi tetapi juga 
mencemarkan nama baik korban di muka publik.

Berdasarkan pelanggaran ini, kami meminta agar pihak-pihak tersebut dikenakan hukuman berat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yaitu: Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tentang penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik.

8. Tuntutan Keterangan Saksi Ahli: Kami mendesak bahwa berdasarkan keterangan saksi ahli, telah terbukti dengan jelas bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan tindakan yang melanggar hukum. Saksi ahli tersebut telah menguatkan bahwa perbuatan terdakwa adalah salah dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 

Penegasan ini menegaskan bahwa tindakan terdakwa memang nyata dan jelas salah, sesuai dengan pokok perkara yang dibahas, yaitu:

* Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
* Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
* Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan 
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

9. Meminta Pengacara Adetya, Nico Sihombing sebagai Tersangka: Kami meminta agar Nico Sihombing ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan perannya dalam membawa dan mengajarkan terdakwa untuk melakukan tindakan contempt of court. Kami percaya bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap integritas proses hukum dan memerlukan penegakan hukum yang tegas.

10. Hukuman Pidana dan Sanksi Pengacara Terdakwa: Kami menuntut agar Hotma Sitompul dan tim pengacaranya diberikan hukuman pidana serta sanksi dari pengadilan atau badan pengatur profesi hukum atas tindakan contempt of court yang telah dilakukan. Tindakan tersebut, yang termasuk dalam kategori pelanggaran serius terhadap mekanisme persidangan, 
memerlukan tindakan tegas untuk menjaga integritas sistem peradilan.

11.Sanksi untuk Nico Sihombing: Kami menuntut agar Nico Sihombing, selaku kuasa hukum terdakwa, diberikan hukuman pidana serta sanksi dari pengadilan atau badan pengatur profesi hukum atas pelanggaran etika profesi hukum yang telah dilakukan. Kami percaya bahwa tindakan tersebut telah melanggar standar profesional dan etika yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi hukum.

12. Sanksi untuk Pengacara: kami mendorong kepada hakim dan jaksa untuk memberikan hukuman berat terhadap pengacara yang terbukti melanggar mekanisme proses persidangan. Kami percaya bahwa tindakan melanggar hukum dan mempermainkan mekanisme persidangan dapat merusak integritas proses hukum dan perlu diberikan sanksi yang sesuai.

13. Pemufakatan Jahat: Kami menilai bahwa tindakan yang menghambat proses persidangan merupakan bentuk pemufakatan jahat. Penghambatan yang disengaja dalam proses persidangan dapat merusak keadilan, mengganggu hak-hak pihak-pihak yang terlibat, dan memperpanjang ketidakpastian hukum.

14. Meminta Agar Aparat Penegak Hukum Menerima Laporan Polisi dan Menindaklanjuti Berdasarkan UU ITE: Kami meminta agar aparat penegak hukum menerima dan menindaklanjuti laporan polisi terkait kerugian yang dialami korban sehubungan dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kami mendesak agar aparat penegak hukum memastikan bahwa laporan tersebut tidak diabaikan dan  diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

15. Transparansi dan Informasi Publik: kami juga meminta agar proses hukum terkait kasus ini dilakukan dengan transparansi penuh, sehingga masyarakat dapat mengetahui bahwa hukum ditegakkan secara adil dan konsisten. Kami mengharapkan aparat penegak hukum tidak mempermainkan hukum atau memberikan informasi yang menyesatkan kepada publik. Informasi yang akurat dan transparan sangat penting agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang benar tentang penegakan hukum.

16. Penolakan terhadap Penggunaan Isu Gender: Kami menentang dengan tegas perilaku terdakwa yang mencoba berlindung di balik isu gender dalam proses peradilan ini. Penggunaan isu gender sebagai alasan atau pembenaran dalam perkara hukum dapat merusak prinsip keadilan dan objektivitas proses persidangan.

17. Penyelesaian Persidangan Secara Cepat: kami meminta agar Jaksa Penuntut Umum dapat menuntaskan persidangan ini tanpa penundaan lebih lanjut. Kami percaya bahwa percepatan proses persidangan akan membantu memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dan menghindari ketidakpastian yang tidak perlu.

18. Kepatuhan pada Undang-Undang: kami meminta agar hakim dan jaksa dalam perkara ini bekerja sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Peradilan Hukum yang adil, khususnya dalam memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban. Hal ini termasuk memastikan bahwa proses peradilan dijalankan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan tidak memihak.

19. Kepatuhan pada Hukum Acara: Kami meminta agar hakim dan jaksa menjalankan proses persidangan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, yakni, Hukum Acara Pidana. Kami berharap seluruh langkah dan keputusan dalam persidangan ini diambil berdasarkan ketentuan hukum yang relevan dan prosedur yang telah ditetapkan

20. Menghindari Intervensi dari Pihak Mana pun: Kami meminta agar tidak terjadi intervensi dari pihak manapun yang dapat membelokkan pokok perkara. Penting untuk menjaga independensi dan integritas proses peradilan agar keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan pada fakta dan bukti hukum yang ada.

21. Penggiringan Massa: Kami menilai bahwa menggiring massa ke dalam persidangan dengan membawa simbol dan perangkat aksi merupakan bentuk pelanggaran berat dan intervensi terhadap hukum dan aparat penegak hukum.

22. Permintaan Terkait Keterangan Pribadi Terdakwa: kami meminta kepada yang terhormat majelis hakim untuk tidak mempertimbangkan atau mencampuradukkan keterangan terdakwa mengenai hubungan pribadi dengan pihak lain, dalam hal ini Saksi Korban, dalam perkara hukum pidana yang sedang diperiksa. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa tidak ada dokumen resmi yang menyatakan adanya hubungan pernikahan antara terdakwa Adetya Yessy Seftiani alias Sasha dan saksi korban.

23. Penerapan Pasal dan Pengabaian Keterangan Bohong Terdakwa: kami meminta kepada Kepala Kejaksaan Negeri Bandung agar:

* Mengangkat Isu Pasal yang Relevan Memastikan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerapkan pasalpasal yang sesuai dan maksimal terhadap terdakwa dalam kasus ini. 

Mengingat sifat kasus ini adalah penipuan, kami meminta agar pasalpasal yang mencakup tindak pidana penipuan diterapkan dengan tegas, sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

* Pengabaian Keterangan Bohong Terdakwa
Mengabaikan keterangan yang tidak relevan atau bohong yang diberikan oleh terdakwa, terutama yang berkaitan dengan masalah pribadi yang tidak relevan dengan pokok perkara. 

Kami menilai bahwa keterangan tersebut cenderung untuk mengalihkan perhatian dari faktafakta hukum yang sesungguhnya dan dapat mengganggu proses 
penegakan hukum yang adil.

24.Penjelasan tentang Penundaan Jadwal sidang: Kami meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Bandung untuk memberikan penjelasan terkait isu penundaan jadwal sidang yang terjadi dalam kasus ini. 

Secara khusus, kami meminta klarifikasi mengenai:

* Alasan Penundaan: Penjelasan mengenai alasan-alasan yang mendasari penundaan jadwal sidang yang terus menerus. Kami memahami bahwa penundaan mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, namun kami berharap adanya transparansi mengenai hal ini untuk memastikan tidak ada halangan yang tidak wajar dalam proses hukum.

* Peran Panitera: klarifikasi mengenai peran dan tanggung jawab panitera dalam 
penjadwalan sidang dan penanganan administrasi terkait kasus ini. Kami ingin memastikan bahwa tugas dan tanggung jawab panitera dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

25. Tindakan terhadap Keterangan dan Dokumen Palsu: Kami meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Bandung untuk mengambil langkah-langkah berikut terkait persidangan yang berlangsung pada tanggal 10 September 2024.

* Pemeriksaan Keterangan Palsu Tindakan tegas terhadap keterangan palsu yang diberikan oleh terdakwa Adetya Yessy Seftiani alias Sasha di hadapan hakim. Kami mengkhawatirkan bahwa informasi yang disampaikan tidak akurat dan berpotensi merugikan keadilan dalam kasus ini.

* Penyelidikan Dokumen Palsu Penyidikan terhadap dokumen palsu yang diduga digunakan dalam persidangan. Berdasarkan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, kami menduga terdapat penggunaan dokumen palsu dalam kasus ini yang seharusnya dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Kami juga mengacu pada ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja membuat atau menggunakan dokumen palsu untuk mengelabui orang lain, harus dikenakan sanksi sesuai hukum yang berlaku.

Usai mimbar bebas di depan Pengadilan Negeri Bandung, massa GMHI membubarkan diri dengan tertib.

Editor : Ude D Gunadi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network