Ali Abdullah Wibisono dan Iwa Maulana, akademisi dari Universitas Indonesia, menulis dalam artikel jurnal mereka bahwa penanganan para kombatan tersebut lebih banyak menggunakan model afiliasi jejaring (network affiliation) karena minimnya kapasitas pemerintah dalam mengumpulkan dan memaparkan bukti keterlibatan para kombatan dalam aktivitas terorisme.
Dengan demikian, kemampuan deteksi dini menjadi kunci yang dibutuhkan dalam penanganan masalah kombatan asing tersebut. Meski Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membentuk Satuan Tugas Penanganan WNI Terasosiasi FTF, fungsi untuk melakukan deteksi dini merupakan fungsi yang melekat dengan Badan Intelijen Negara (BIN).
Selama ini, fokus BIN cenderung lebih mengutamakan penanganan masalah masalah keamanan domestik. Desain struktur organisasi BIN juga kurang cocok untuk mendeteksi ancaman eksternal maupun lintas negara.
Dengan semakin kompleksnya tantangan keamanan global, perlu ada perubahan paradigma yang menekankan pada orientasi keluar dari deteksi dini yang diberikan oleh BIN.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, dibutuhkan perubahan dalam dalam struktur dan pendekatan BIN. Salah satu langkah yang mendesak adalah penguatan Perwakilan Badan Intelijen Negara Luar Negeri (PERBINLU).
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait