106 TPS di Cimahi Masuk Kategori Rawan, Paling Dominan di Cimahi Selatan

Adi Haryanto
Pemkot Cimahi dan Bawaslu Cimahi melakukan sosialisasi dan pemetaan potensi kerawanan yang mungkin terjadi pada pelaksanaan Pilkada serentak yang akan digelar 27 November 2024. Foto/Istimewa

BANDUNG,iNews BandungRaya.id - Pemkot Cimahi bersama Bawaslu Cimahi memetakan potensi kerawanan yang kemungkinan terjadi pada Pilkada Serentak 2024.

Hal tersebut menjadi bahasan dalam kegiatan sosialisasi pengawasan pastisipatif yang mengusung tema 'Peta Kerawanan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 di Kota Cimahi' yang digelar di Ahadiat Hotel, Kota Bandung, Sabtu (16/11/2024).

Kegiatan ini dihadiri Pj Wali Kota Cimahi Dicky Saromi, Ketua DPRD Kota Cimahi Wahyu Widyatmoko, Ketua dan Komisioner Bawaslu Cimahi, serta seluruh jajaran perangkat daerah di lingkungan Pemkot Cimahi.

Pj Wali Kota Cimahi Dicky Saromi menyebutkan, Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) berdasarkan pemetaan yang dilakukan, yakni dari 823 tempat pemungutan suara (TPS), sebanyak 106 TPS atau 12,88% itu masuk kategori rawan bencana khususnya banjir.

"Ini adalah tantangan bagi Bawaslu dan KPU Cimahi dalam menjalankan tugas penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024. Saya berharap mereka tidak lelah, tetap disiplin dan penuh rasa tanggung jawab untuk mewujudkan Pemilu berkualitas, berintegritas, dan demokratis," kata Dicky kepada wartawan usai kegiatan.

Dia merinci, potensi kerawanan seyogyanya ada tersebar di semua kecamatan di Kota Cimahi. Namun secara proporsi kerawanan yang paling tinggi ada di Kecamatan Cimahi Selatan yang penduduknya cukup padat.

Khususnya kerawanan dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi. Kendati demikian, pihaknya telah memiliki Standar Operational Prosedur (SOP) dalam mengurangi risiko bencana alam yang dilakukan BPBD Kota Cimahi.

Apalagi Pemkot Cimahi sudah menetapkan siaga darurat bencana yang artinya ada dua prioritas perhatian. Yakni kesiapsiagaan dan pencegahan. Kesiapsiagaan itu mulai dari logistik, peralatan, dan SDM yang disiapkan untuk 24 jam bekerja.

"Jadi mereka sudah tahu apa yang akan dilakukan ketika terjadi bencana, saat masyarakat akan datang ke TPS itu bagaimana. Kemudian setelah pemungutan suara dan setelah ada penghitungan, bagaimana cara evakuasinya. Itu sudah kita lakukan persiapan dan latihan," terang Dicky.

Sedangkan pencegahan dilakukan dengan berbagai sosialisasi dan edukasi kepada semua pihak yang akan menyelenggarakan Pemilu. Termasuk ada warning sistem yang akan disampaikan menuju tanggal 27 November 2024.

Lebih lanjut dikatakannya, terkait bencana itu ada tiga kategori, yakni bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Bencana alam jelas identik dengan hidrometeorologi, terutama bencana banjir tatkala musim hujan datang.

Kemudian untuk bencana non alam seperti kegagalan teknologi di Cimahi agak kurang karena tidak punya industri yang mengarah ke sana.

Terakhir bencana sosial khususnya konflik horizontal, karena Cimahi memiliki hampir 600 ribu penduduk dengan DPT 400 ribu dan luas lahan yang tidak terlalu besar.

"Ini yang harus kita jaga dan awasi dengan sebaik-baiknya, agar Pilkada berjalan lancar," imbuhnya.

Sementara Kordiv SDM, Organisasi, dan Diklat Bawaslu Kota Cimahi Ahmad Hidayat mengatakan, pada kegiatan sosialisasi kali ini sengaja mengundang lebih banyak stakeholder terkait untuk membahas peta atau indeks kerawanan pemilu (IKP) menjelang hari H pemilihan. 

Selain itu ini menjadi ikhtiar Bawaslu Cimahi untuk mengingatkan kembali stakeholder terkait dengan kerawanan-kerawanan yang mungkin terjadi saat proses kampanye, masa tenang, tahapan pelaksanaan pemungutan suara di TPS, dan juga hasil penghitungan suara.

"Sosialisasi terkait indek kerawanan Pemilu ini pernah dilakukan ketika awal-awal pemilu akan dilaksanakan sebelum masa kampanye. Hanya saja jumlah dan segmennya berbeda," ucapnya.

Pihaknya telah menyusun IKP yang dikemas dalam empat dimensi kerawanan dalam Pilkada Serentak 2024 di Kota Cimahi. Hal tersebut berdasarkan fakta-fakta persoalan dan kasus yang muncul pada Pemilu tahun 2019 di lapangan.

Yakni dimensi dalam konteks sosial politik, penyelenggaraan Pemilu, kontestasi, dan partisipasi. Misalnya dimensi konteks sosial politik pihaknya menurunkan menjadi tiga sub dimensi yakni keamanan, otoritas penyelenggara pemilu, dan otoritas penyelenggara negara.

Terkait hal itu di Kecamatan Cimahi Utara porsinya cukup tinggi, karena belajar dari pemilu sebelumnya ada laporan terkait dengan proses penghitungan suara.

Kemudian pada 2017, sempat pula terkait tata kelola logistik, sehingga pernah PPK-nya diperiksa Bawaslu karena kesalahan administratif tata kelola logistik dan dari tungsura.

Adapun di wilayah Cimahi Selatan pernah ada masalah ketika proses rekapitulasi suara. Karena di Pilkada 2017 terjadi pidana pemilu hingga beberapa orang diputus di pengadilan dan dibuktikan dengan pidana.

Itu menjadi catatan penyelenggaraan karena ada PPS dan ASN yang melanggar aturan.

Sedangkan dari dimensi partisipasi yang tinggi itu di Kecamatan Cimahi Selatan terkait partisipasi pemilih dan partisipasi kelompok masyarakat.

Karena mungkin Cimahi Selatan ini jadi lumbung suara para calon di kontestasi pemilu.

"Jika dihitung di Melong dan Cibeureum jumlah pemilih itu sekitar 25% dari total 15 kelurahan yang ada di Cimahi. Sehingga jadi lumbung suara dan rebutan calon makanya harus menjadi perhatian bersama," pungkasnya. (*)

Editor : Rizki Maulana

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network