Deffa menambahkan bahwa Pimpinan Pusat Hima Persis seharusnya bertindak sebagai penyelenggara Musyplenas, bukan sebagai peserta penuh yang seharusnya menjadi hajat kader yang ada di wilayah serta daerah.
“Pasal 56 QA QD Hima Persis menjadi landasan kritik kader terhadap mekanisme tersebut. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa Pimpinan Pusat hanya bertindak sebagai penyelenggara Musyplenas, bukan sebagai peserta penuh. Namun, kenyataannya, Pimpinan Pusat mengambil peran peserta dengan hak bicara, hak suara, bahkan hak dipilih. Hal ini sudah melanggar prinsip organisasi yang seharusnya transparan dan demokratis, ” tambahnya.
Kemudian Ketua Hima Persis Banten, Imron Rosyadi mengatakan bahwa ada praktik rangkap jabatan di Pimpinan Pusat Hima Persis yang nantinya akan ada dua hak suara dalam satu orang.
“ Tidak hanya itu, praktik rangkap jabatan dalam struktur Pimpinan Pusat turut memantik protes. Beberapa anggota tasykil, seperti Rahmat Hakim Bosnia dan Ahmad Fauzan Nasrullah, diketahui memegang dua jabatan strategis sekaligus. Kader menganggap hal ini sebagai pelanggaran terhadap logika konstitusi organisasi, yang semakin memperkuat indikasi adanya agenda tersembunyi di balik kebijakan tersebut, ” jelasnya.
Kader yang hadir dalam acara tersebut mempertanyakan motivasi dibalik penetapan Pimpinan Pusat sebagai peserta penuh, yang sudah termasuk pelanggaran administratif juga mengontrol forum termasuk dalam pemilihan Ketua Umum yang baru dalam Muktamar.
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait