Anies juga mencontohkan kemacetan bukan hanya soal jumlah kendaraan atau infastruktur transportasi, tapi berkaitan dengan kebijakan politik. Harga pangan naik juga soal kebijakan tata niaga. Soal sistem pendidikan, bukan soal guru dan murid, tapi soal kebijakan pendidikan, keputusan politik.
Anie mengajak mahasiswa teknik jangan apatis terhadap politik. Jangan serahkan masalah politik ke mahasiswa sosial. "Penting berpikir kritis. Kritis bukan berarti sinis dan menolak. Tapi memiliki pemahaman mendalam yang didasari skeptisisme," ucapnya.
Anies menyebutkan, banyak alumni ITB yang walaupun insinyur, tetapi berkiprah di dunia politik. "Termasuk menjadi gubernur. Mau hijrah (ke Jakarta) tidak jadi ya. Di Jakarta biasanya perlu yang Ansor, Muhajirin belum tentu diterima," ujar Anies berseloroh.
Kritis, tandas Anies, berarti inkuisitif, selalu bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu. Sayangnya, sistem pendidikan di Indonesia, tidak memberikan ruang untuk bertanya dan mempertanyakan. Padahal banyak bertanya paling baik.
"Kritis akan menjadi tameng, apalagi kita hidup di era banyak hoaks. Berpikir kritis benteng dalam menghadapi hoaks. Dalam proses demokrasi, ketika ada narasi, pesan, dari tokoh atau siapa pun, maka cari informasi, memastikan fakta secara akurat," tandasnya.
Soal kebebasan berbicara, bukan berarti pendapat semua orang bobotnya sama. Dia mencontohkan, soal jembatan, antara pendapat insinyur sipil dengan yang bukan, bobotnya lebih besar mana? Tentu Insinyur sipil.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait