Namun, untuk perbaikan permanen, pihak desa harus berkoordinasi dengan PUPR KBB untuk memastikan status kepemilikan jembatan, apakah kewenangan BBWS Citarum Harum atau PUPR bidang pengairan, yang akan menentukan jalur perizinan.
"Kalau misalkan ini milik BBWS Citarum Harum kita harus ke provinsi Jawa Barat, tetapi ketika ini milik PUPR pengairan kita hanya minta ijin ke PUPR KBB," jelas Karom.
Karom mengakui bahwa kendala utama adalah status jembatan yang berada di atas pengairan dan bukan merupakan kewenangan desa, sehingga memerlukan izin terlebih dahulu. Pihaknya memperkirakan anggaran perbaikan jembatan secara menyeluruh, termasuk pembangunan bronjong, mencapai sekitar Rp800 juta, dan berencana mengalokasikan anggaran pembangunan lain demi merealisasikannya secepat mungkin agar akses vital warga kembali normal.
Kisah warga Padalarang yang terpaksa berjuang dengan jembatan bambu ini menjadi gambaran nyata betapa pentingnya respons cepat pemerintah dalam menangani infrastruktur yang rusak demi keselamatan dan kelancaran aktivitas masyarakat.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait