Menyusuri Jejak Sejarah di Jalan Asia Afrika Bandung: Bukan Sekadar Spot Foto

Aga Gustiana
Jalan Asia Afrika Bandung. (Foto: asianafricanmuseum.org)

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Jalan Asia Afrika, ikon Kota Bandung yang selalu ramai oleh wisatawan, ternyata menyimpan lebih dari sekadar bangunan Art Deco yang menawan dan spot foto instagramable. Kawasan ini adalah saksi bisu perjalanan sejarah panjang, bahkan menjadi jantung dari peristiwa internasional yang mengubah peta dunia.

Popularitas Jalan Asia Afrika sebagai destinasi wisata bersejarah memang tak lekang oleh waktu. Nuansa tempo dulu yang kental, dengan deretan bangunan klasik bergaya Art Deco, selalu berhasil memikat hati pengunjung. Tak heran, area ini sering menjadi latar belakang berbagai sesi pemotretan, mulai dari prewedding hingga syuting film. Nostalgia pun kerap dirasakan oleh wisatawan, terutama mereka yang berasal dari Belanda.

Namun, daya tarik Jalan Asia Afrika tak hanya terletak pada keindahan arsitekturnya. Di sana, berdiri megah Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) unik yang dihiasi kutipan indah dari M.A.W Brouwer: "Bumi Pasundan Lahir Ketika Tuhan Sedang Tersenyum." Kalimat ini seolah merangkum pesona Kota Bandung yang memikat.

Lebih dari itu, Jalan Asia Afrika adalah saksi bisu Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, sebuah tonggak sejarah penting bagi kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Sejak era kolonial Belanda, jalan ini telah menjadi arteri utama Bandung. Dahulu dikenal sebagai Groote Postweg atau Jalan Raya Pos, karena di sanalah berdiri Kantor Pos Besar Belanda yang masih beroperasi hingga kini. Pembangunan jalan ini pun tak lepas dari kisah kerja paksa (rodi) dalam proyek ambisius Jalan Anyer-Panarukan. Sempat berganti nama menjadi Jalan Raja Timur, akhirnya pada momen bersejarah KAA 1955, namanya resmi menjadi Jalan Asia Afrika.

Tahukah Anda? Jalan Asia Afrika juga merupakan titik nol kilometer Kota Bandung, menandai awal mula perkembangan kota berjuluk Paris van Java ini. Dalam buku "Telusur Bandung," terungkap bahwa jalan ini dulunya adalah bagian dari Jalan Raya Pos yang membentang seribu kilometer, menghubungkan Anyer hingga Panarukan, yang dibangun pada masa pemerintahan Daendels.

Bangunan-bangunan di sepanjang Jalan Asia Afrika pun menyimpan cerita tersendiri. Sebut saja Savoy Homann, hotel pertama di Bandung, dan Gedung Merdeka, yang dulunya merupakan gedung klub pertama dan menjadi lokasi bersejarah penyelenggaraan KAA.

Secara geografis, Jalan Asia Afrika membentang horizontal, membagi Bandung menjadi wilayah utara dan selatan. Pada masa kolonial, pembagian ini mencerminkan segregasi wilayah antara warga Eropa di utara dan warga pribumi di selatan.

Jadi, saat Anda berjalan-jalan di Jalan Asia Afrika, ingatlah bahwa Anda tidak hanya menikmati keindahan visual, tetapi juga menapaki jejak sejarah yang kaya dan mendalam. Sebuah perjalanan yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga memperkaya wawasan.

Editor : Agung Bakti Sarasa

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network