BANDUNG,iNews BandungRaya.id - Keluarga Alumni Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian-Agribisnis Indonesia menyatakan prihatin atas maraknya eksploitasi alam.
Terlebih eksploitasi alam yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah aturan yang berlaku dan cenderung merusak lingkungan beserta ekosistem di sekitarnya.
Ketua Keluarga Alumni Sosial Ekonomi Pertanian-Agribisnis Indonesia (KASAI) Prof. Achmad Cahya mengatakan, KASAI menyadari bahwa pembangunan ekonomi dan infrastruktur merupakan hal penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun pembangunan tersebut tidak boleh mengabaikan kelestarian lingkungan atau kepentingan ekologi yang imbasnya kepada generasi manusia di masa mendatang.
"Kerusakan alam yang terjadi akibat eksploitasi berlebihan telah mengancam keberlangsungan hidup manusia, keanekaragaman hayati, dan keseimbangan ekosistem global," kata Prof. Achmad saat membacakan pernyataan sikap KASAI di Kota Bandung, Sabtu (10/5/2025).
Dikatakannya, kerusakan-kerusakan ekologi itu di kemudian hari akan jadi beban ekonomi negara, beban sosial dan lingkungan.
Biaya yang dibutuhkan untuk me-recovery kerusakan-kerusakan itu akan sulit diukur dan justru akan mengganggu prioritas pembangunan selanjutnya.
Dia mencontohkan, pembangunan yang melanggar konsep tata ruang, sehingga saluran irigasi dan drainase terganggu.
Ditambah dengan daerah resapan di hulu sungai yang rusak, sampah-sampah yang menyumbat sungai-sungai, terakumulasi menjadi penyebab banjir-banjir yang merendam permukiman.
"Berapa besar kerugian yang dihasilkan, bagaimana memulihkan kerugian atau kerusakan yang sudah terjadi, dan bagaimana upaya penanganannya selanjutnya, itu semua akan menjadi biaya besar yang sulit diukur. Sehingga andaikata ada keuntungan dari pembangunan itu, maka menjadi sia-sia karena habis untuk menangani dampak negatif yang dihasilkan," tuturnya.
KASAI juga menyoroti beberapa program pembangunan pertanian dengan pendekatan ekstensifikasi melalui pembukaan hutan untuk kepentingan cetak sawah atau lahan baru yang akhirnya menyisakan masalah ekologi.
Padahal ekologi sangat penting dan bagian dari ekosistem pembangunan pertanian yang menjamin keberlangsungan pertanian itu sendiri.
Harus dipahami bahwa ekosistem pertanian ini telah menunjukan kontribusi besar kepada negara secara konsisten.
Sektor pertanian secara konsisten menyumbang sekitar 13-15% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, dengan pertumbuhan yang stabil bahkan selama krisis, seperti pandemi COVID-19.
Ketika sektor lain mengalami kontraksi, pertanian justru tumbuh positif, membuktikan ketahanannya sebagai sektor penyangga ekonomi, sosial dan politik.
Sektor pertanian memegang peran strategis dalam perekonomian Indonesia, tidak hanya sebagai penyedia pangan tetapi juga sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, pencipta lapangan kerja, dan sumber devisa negara, bahkan stabilitas politik.
"Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara dengan industri dan jasa yang berkembang pesat, pertanian tetap menjadi tulang punggung ketahanan nasional, terutama dalam menghadapi ketidakpastian global," sambungnya.
Menurutnya, banyak alih fungsi yang dilakukan pada masa lalu. Sehingga seyogyanya harus melakukan rekaveri kondisi tersebut.
Pihaknya bakal berjuang dengan keilmuan yang dimiliki, untuk membangun bangsa khususnya ketahanan pangan.
Termasuk juga bakal memberikan masukan kepada pemerintah, untuk bersama sama secara komperhensif mengatasi masalah alih fungsi lahan.
Pada kesempatan yang sama Prof. Maman sebagai deklarator menambahkan, di Jawa Barat banyak terjadi kerusakan alam akibat alih fungsi lahan untuk ketahanan pangan, yang tidak sesuai dengan aturan.
"Ini yang harus dikendalikan. Jadi bukit-bukit di Jawa Barat itu harus ditanami unsur konservasi tapi juga menghasilkan," ucapnya.
KASAI yakin bahwa pembangunan sejati haruslah memikirkan masa depan generasi mendatang, bukan hanya keuntungan jangka pendek. Melindungi lingkungan bukanlah penghambat kemajuan, melainkan fondasi untuk kehidupan yang lebih adil dan berkelanjutan. (*)
Pernyataan Sikap KASAI :
1. Mengutamakan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
2. Menolak praktik pembangunan eksploitatif yang merusak hutan, sungai, laut, dan ekosistem vital lainnya.
3. Mendorong kebijakan ramah lingkungan, dimulai dari konsep tata ruang, hingga penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah bertanggung jawab, dan perlindungan kawasan resapan air.
4. Melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam perencanaan pembangunan untuk memastikan hak-hak ekologis dan budaya terjamin.
Editor : Rizki Maulana
Artikel Terkait