"Yang mengatakan ada 500 ribu ojol demo itu tidak benar. Ratusan ribu pengemudi ojol di seluruh Indonesia lebih memilih untuk mencari nafkah demi keluarga mereka daripada mengikuti demonstrasi yang sarat muatan politik," tegasnya.
KON berpandangan bahwa jika isu kesejahteraan pengemudi ojol menjadi perhatian utama, maka pihak yang seharusnya dilibatkan adalah komunitas ojol itu sendiri, bukan kelompok atau pihak lain yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan dunia pengemudi.
"Jika ingin membahas nasib pengemudi, bicaralah langsung dengan kami. Jangan membuat keputusan tanpa melibatkan suara kami. Kelompok di luar komunitas ojol tidak mewakili kami," imbuh Andi, seraya menyinggung adanya pihak yang kerap berbicara mengatasnamakan ojol padahal bukan bagian dari komunitas tersebut.
Andi juga menekankan bahwa para pengemudi ojol memahami sepenuhnya bahwa hubungan kerja mereka dengan perusahaan aplikasi adalah kemitraan, bukan hubungan buruh. Kendati demikian, KON menggarisbawahi pentingnya regulasi yang dapat memperkuat posisi pengemudi agar terhindar dari ketidakpastian yang berkelanjutan.
"Kami tidak menuntut status menjadi buruh atau karyawan, tetapi kami membutuhkan aturan yang memastikan kemitraan ini adil dan menguntungkan bagi semua pihak, serta melindungi kami. Yang kami perjuangkan adalah ketidakseimbangan, bukan status kemitraan itu sendiri," jelasnya.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait