Diskusi FPHJ: Hutan KHDPK Syarat dengan Konflik Sosial

Ude D Gunadi
Ketua FPHJ Eka Santosa memberikan keterangan pers setelah diskusi di Bandung, Senin (23/6/2025)

BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID -- Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ) mengadakan diskusi terkait KHDPK yang dihadiri oleh pendiri, pengurus, tim pakar, senior rimbawan dan LMDH dari Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung , Indramayu, Cianjur dan Sumedang.

Ketua FPHJ Eka Santosa menilai selama ini pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani memiliki keunggulan dari segi profesionalisme dan tata kelola. Menyikapi kebijakan SK Kementrian LHK No 287/2022 tentang Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Pulau Jawa, Eka menyampaikan sejumlah kekhawatiran terkait dampak kebijakan tersebut terhadap kelangsungan pengelolaan hutan dan masyarakat sekitar.

Menurutnya, meski KHDPK hadir dengan semangat reformasi, pelaksanaannya di lapangan menyimpan tantangan yang tidak sederhana. Salah satunya adalah persoalan tumpang tindih klaim lahan yang bisa memicu konflik horizontal antara masyarakat dengan kepentingan yang berbeda antara lain dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) .

“Banyak kawasan hutan yang sudah dikelola turun-temurun oleh masyarakat desa sekitar hutan namun belum memiliki dasar hukum yang kuat. Begitu KHDPK masuk, semua akan berlomba-lomba mengklaim,” ujar Eka, Senin (24/6/2025).

Tantangan kedua, lanjut Eka, adalah soal kesiapan lembaga pendamping masyarakat desa hutan. Ia menegaskan bahwa tidak semua kelompok tani hutan atau BUMDes siap mengelola kawasan hutan secara profesional. “Ini bukan hanya soal niat baik, tapi soal kapasitas, tata kelola, dan tanggung jawab jangka panjang,” ucap mantan Ketua DPRD Jabar itu.

Tantangan ketiga yang tak kalah penting adalah transisi dari sistem tunggal Perhutani ke sistem multi-pihak yang membuka ruang lebih luas bagi masyarakat, koperasi, dan pihak swasta.

Eka mengingatkan bahwa sistem baru ini harus disiapkan dengan matang agar tidak menimbulkan kekacauan di lapangan. “Kalau tidak disiapkan dengan baik, bukan hutan yang lestari, tapi konflik yang makin besar,” ujarnya.

FPHJ, kata Eka, bukan anti perubahan, namun mendorong agar transformasi dilakukan secara bertahap dan berbasis data yang kuat. “Kita tidak ingin kebijakan yang bagus di atas kertas justru menyulitkan rakyat dan merusak hutan ', ujarnya

Di tempat yang sama Sekretaris FPHJ menanggapi kegiatan FGD terkait Legalisasi KHDPK yang diadakan oleh LSM Gema PS di Kabupaten Garut hanya Klaim saja dan KHDPK belum bisa diimplementasikan karena banyak faktor teknis yang belum jelas dasar hukum nya dari Kementrian Kehutanan .

"FPHJ konsisten menolak KHDPK karena selain akan menimbulkan konflik horisontal di masyarakat sekitar hutan, peta indikatif KHDPK titik kordinat nya belum jelas dimana. Apalagi dilegalisasi oleh lembaga yang tidak resmi ', ujarnya

Thio menambahkan faktor yang menghambat implementasi KHDPK seluas 1,1 juta hektar di Hutan Jawa antara lain kesiapan SDM , pendanaan dan pengawasan oleh lembaga resmi yang disahkan oleh pemerintah. ' Masa pengawasan KHDPK dilaksanakan oleh LSM ? nanti malah hutan dialih tangankan kepada pemodal besar dan hutan semakin rusak dan berkurang karena beralih fungsi ', pungkasnya.***

Editor : Ude D Gunadi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network