BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (PAS) Agus Andrianto angkat bicara terkait kasus 25 bayi asal Jawa Barat dijual sindikat ke Singapura dengan modus adopsi. Kementerian Imipas akan membantu Polda Jabar untuk mengusut tuntas kasus itu.
"Kami akan mendalami apakah ada keterlibatan petugas kami (Imigrasi) atau pun tidak dalam kasus ini," kata Menteri Imipas saat mengunjungi Kantor Imigrasi Kelas I Bandung, Kamis (17/7/2025).
Agus Andrianto menyatakan, Kementerian Imipas akan mendalami modus adopsi yang dilakukan para pelaku untuk menjual puluhan bayi. Modus ini dilakukan untuk mengelabui petugas di lapangan.
Untuk itu, ujar Agus Andrianto, Kementerian Imipas akan melakukan koordinasi intensif dengan kepolisian, khususnya Polda Jabar agar semua pelaku bisa segera ditangkap.
"Modusnya kan adopsi ya. Kami akan mendalami modus para pelaku ini," ujar Agus Andrianto.
Diketahui, Diberitakan sebelumnya, penyidik Subdit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar membongkar kasus perdagangan bayi. Dari kasus ini, polisi menangkap 13:tersangka sindikat perdagangan bayi internasional.
Mereka diduga telah beroperasi sejak 2023. Total 25 bayi asal Jawa Barat menjadi korban sindikat itu. Perinciannya, sebanyak 15 bayi telah dijual dengan modus adopsi ilegal ke Singapura dan 6 bayi berhasil diselamatkan.
Sedangkan 4 bayi masih dicari keberadaannya karena saat dibawa ke Singapura, empat bayi itu ditolak oleh imigrasi negara tersebut. Sampai saat ini, 4 bayi itu belum diketahui keberadaannya.
Bagaimana kronologi lengkap kasus yang menggemparkan Jabar ini bisa terungkap? Berikut keterangan Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan dan Dirreskrimum Kombes Pol Surawan, Kamis (17/7/2025).
Kabid Humas Kombes Hendra mengatakan, pengungkapan kasus berawal dari laporan polisi Nomor : LP/B/176/IV/2025/SPKT/POLDA JAWA BARAT, Tanggal 23 April 2025. Dalam laporan itu, pelapor atau orang tua korban DH melaporkan penculikan anak.
"Setelah menerima laporan, penyidik Subdit IV Ditreskrimum melakukan penyelidikan. Hasilnya, ditemukan indikasi perdagangan bayi asal Jabar ke Singapura oleh sindikat," kata Kabid Humas.
Sebanyak 13 tersangka berhasil ditangkap di Bandung, Jakarta, dan Pontianak, antara lain, LSH, M, YN, YT, DFK, AT, FS, DW, AS, AK, AF, DH, EM. Perincian 13 tersangka itu terdiri atas 12 perempuan dan satu pria. Selain itu, penyidik menetapkan tiga orang sebagai buronan atau berstatus dalam pencarian orang (DPO), yakni, L, W dan YY.
Berdasarkan hasil penyidikan, ujar Kombes Hendra, kronologi kasus berawal saat tersangka AF, anggota sindikat yang berperan sebagai perekrut, menghubungi orang tua korban melalui media sosial Facebook.
Pada 3 April 2025, pelapor masuk ke grup Adopsi Harapan Amanah di Facebook. Pada 4 April 2025, pelapor menemukan postingan akun lain yang isinya adopter mencari bayi yang persyaratannya tidak sulit.
Pelapor atau orang tua korban menanggapi di postingan tersebut. Tersangka AF melihat komentar itu dan mengirim pesan Facebook kepada pelapor menanyakan syarat adopsi. Mereka berkirim pesan dan bertukar nomor WhatsApp.
"Setelah perbincangan di media sosial Facebook tadi, mereka akhirnya japri (jalur pribadi) di WhatsApp. Kemudian pada 5 April 2025, tersangka AF bersama tersangka NY datang ke rumah pelapor untuk membicarakan proses adopsi," ujar Kombes Hendra.
Tersangka AF mengaku mengadopsi bayi tersebut untuk pribadi, dengan alasan sudah menikah lama tapi belum dikaruniai anak. Pelapor dan tersangka sepakat dengan harga Rp10.000.000.
Pada 6 April tersangka AF membawa istri pelapor ke bidan untuk diperiksa kandungan yang saat itu sudah pembukaan tiga maju ke empat. Sore harinya tersangka AF bersama NY datang ke bidan untuk mendampingi pelapor menjalani proses lahiran.
"Pada 9 April 2025, tersangka AF dan NY datang ke rumah untuk mengambil bayi. Kemudian, bayi diserahkan kepada tersangka DHH," tutur Kabid Humas.
Setelah bayi lahir, tersangka memberikan uang sebesar Rp600.000 untuk biaya persalinan. Sisanya Rp10 juta akan diberikan keesokan hari, sekaligus memberikan KTP dan KK milik tersangka.
"Tersangka AF membawa bayi pelapor, akan tetapi sampai keesokan harinya tersangka tidak kunjung datang. Akhirnya, orang tua korban melapor ke polisi," ujar Kombes Hendra.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengatakan, praktik pemalsuan dokumen seperti akter kelahiran dan paspor dilakukan sindikat di Pontianak.
“Semua dokumen terkait kependudukan dan keimigrasian itu dibuat di Pontianak,” kata Dirreskrimum.
Kombes Surawan menyatakan, nama bayi dimasukkan oleh pelaku ke dalam Kartu Keluarga (KK) palsu untuk membuat akta kelahiran. Dalam KK itu, bayi disebutkan sebagai anak dari salah satu pelaku, padahal bukan.
"Dari situ baru diurus paspornya. Selanjutnya, bayi dibawa ke Jakarta untuk dibawa ke Singapura," ujar Kombes Surawan.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait