BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Untuk memperingati Hari Kebaya Nasional pada 24 Juli lalu, Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Narasi menggelar acara Kita Berkebaya di Posco, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu (26/7/2025).
Kita Berkebaya merupakan kampanye dan gerakan mengingatkan kembali generasi muda bahwa kebaya bukan sekadar busana tradisional dan simbol nostalgia, tetapi identitas bangsa warisan budaya leluhur.
Lebih jauh lagi, kebaya merupakan wujud sikap, perlawanan, dan kebanggaan perempuan Indonesia. Gerakan pelestarian kebaya ini juga diabadikan dalam sebuah film pendek berjudul "KitaBerkebaya" yang tayang di chanel YouTube Indonesia Kaya mulai 24 Juli 2025.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian mengatakan, Kita Berkebaya menghadirkan talkshow sebagai ruang dialog tentang identitas, budaya dan pemberdayaan perempuan.
"Hadir sebagai narasumber penyanyi Andien, Ketua Komunitas Kebaya Menari Yanti Moeljono, dan Tara Basro. Di sesi hiburan, kami menampilkan DJ Skeletale dan penyanyi Rahmania Astrini," kata Renitasari.
Renitasari menyatakan, gerakan Kita Berkebaya ini membuka ruang baru bagi kebaya untuk terus hidup dalam berbagai bentuk. Setelah Bandung, Kita Berkebaya juga akan digelar di Yogyakarta.
“Gerakan Kita Berkebaya mencoba menghadirkan kebaya bukan sebagai sesuatu yang kaku atau eksklusif, tapi wadah ekspresi diri," ujar Renitasari.
Dia berharap kebaya bisa menjadi bagian dari identitas sehari-hari perempuan Indonesia. "Kami ingin melihat kebaya dikenakan bukan hanya di acara formal, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari," tuturnya.
Menurut Renitasari, kebaya bukan hanya simbol budaya, tetapi juga kekuatan ekonomi yang memberdayakan penjual kain, penjahit, pembatik, perancang busana, hingga pelaku industri kreatif lainnya di seluruh Indonesia. "Kebaya itu tidak hanya hidup, tapi juga menghidupi,” ucap Renitasari.
Disinggung tentang kebaya diklaim milik Malaysia, Renitasari menyatakan, hal itu tidak bisa dihindari karena Indonesia dan Malaysia merupakan negara serumpun. Akulturasi budaya pasti terjadi di antara kedua negara.
Saat ini, UNESCO telah mengakui dua jenis kebaya milik Indonesia, yaitu, kebaya Laboh dan Keranca. Yang penting saat ini menguatkan kebaya sebagai identitas Indonesia. Jika orang melihat perempuan pakai kebaya akan dikenali sebagai Indonesia.
"Karena kita negara bertetangga dan terjadi akulturasi, sehingga setiap negara, Malaysia, Filipina, Korea memiliki kebaya dengan ciri khas masing-masing," ujar Renitasari.
Pendapat senada disampaikan Andien. "Ya karena kita kan serumpun yang sama ya. Ada suku-suku yang beririsan gitu. Aku rasa ya yang penting kita lakukan apa yang harus dilakukan. Untuk ke depannya, masih ada jenis-jenis kebaya untuk bisa diakui dunia," ujar Andien.
Sementara itu, di talkshow pertama bertema "Berdaya Lewat Kebaya: Perempuan, Identitas, dan Inspirasi Generasi", Kita Berkebaya mengusung tema "Perempuan, Identitas, dan Inspirasi Generasi". Penyanyi Andien dan Ketua Komunitas Kebaya Menari Yanti Moeljono sebagai narasumber membahas akar budaya kebaya yang panjang dalam sejarah Nusantara.
"Kebaya hadir sebagai simbol keanggunan, martabat, dan jati diri perempuan Indonesia dari berbagai latar sosial dan daerah. Lebih dari sekadar busana, kebaya menyimpan nilai filosofis yang merepresentasikan kelembutan, keteguhan, dan peran perempuan dalam menjaga nilai-nilai budaya," kata Andien.
Perbincangan ini juga membahas tentang perempuan muda melalui perjalanan kompleks dan sangat personal dalam proses mencari jati diri. Dalam perjalanan itu, mengenali akar budaya bisa menjadi tuntunan menenangkan dan memperkuat.
"Aku percaya setiap perempuan punya perjalanan unik dalam menemukan dirinya. Proses itu enggak pernah instan. Justru di tengah pencarian itu, penting banget punya pegangan dan kebaya bisa jadi salah satunya," kata Andien.
Bagi Andien, kebaya bukan cuma tentang tradisi, tapi tentang mengenal jatidiri, dari mana berasal, dan apa yang ingin diwariskan.
"Melalui gerakan Kita Berkebaya, kami ingin bilang bahwa mengenal budaya bukan berarti kembali ke masa lalu, tapi membawanya ke masa depan dengan versi kita sendiri. Harapanku, kebaya bisa terus hidup, bukan karena dipaksa, tapi karena dicintai,” ujar Andien.
Diskusi sesi kedua bertajuk "Berdaya Lewat Kebaya: Menjadi Sosok Otentik Perempuan Berkebaya yang menghadirkan Tara Basro, aktris dan aktivis, sebagai pembicara.
Tara Basro berbagi soal menjadi perempuan otentik yang tetap berpegang kepada nilai budaya di tengah spotlight. Kebaya bisa menjadi pernyataan kuat untuk menunjukkan siapa perempuan Indonesia luar dalam.
“Buat aku, kebaya itu punya ruang tersendiri di hati, karena dia bukan sekedar baju, tapi punya cerita. Di dunia yang serba cepat dan serba instan, justru kebaya mengajarkan kita sadar sama akar kita," kata Tara Basro.
Anak muda sekarang, ujar Tara, kreatif. Menurutnya, kebaya bisa menjadi media ekspresi personal. Kebaya bisa di-mix and match, tapi tetap membawa nilai-nilai budaya.
"Jadi kebaya itu bukan soal harus tampil tradisional, tapi soal cara kita menghidupkan lagi sesuatu yang bermakna dengan cara kita sendiri. Itu yang bikin dia tetap relevan dan powerful,” ujar Tara Basro.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait