Kebijakan Rombel Digugat Sekolah Swasta, Sekda Jabar: Kami Bertindak Sesuai Kebutuhan

Aga Gustiana
Sekda Jabar, Herman Suryatman. (Foto: Rizal Fadillah)

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Delapan organisasi pendidikan tingkat SMA di Jawa Barat resmi mengajukan gugatan terhadap Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Gugatan ini terkait dengan keputusan penambahan rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri yang dianggap merugikan sekolah swasta.

Perkara dengan nomor registrasi 121/G/2025/PTUN.BDG ini dijadwalkan mulai disidangkan pada Kamis, 7 Agustus 2025, pukul 10.00 WIB.

Kontroversi Penambahan Rombel

Objek sengketa adalah Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025, yang dikeluarkan pada 26 Juni 2025. Keputusan tersebut menetapkan penambahan kapasitas rombel di sekolah negeri sebagai bagian dari strategi menekan angka putus sekolah.

Namun, kebijakan ini dinilai justru menimbulkan dampak serius terhadap keberlangsungan sekolah swasta. Para penggugat menyebut bahwa peningkatan daya tampung sekolah negeri menyebabkan migrasi besar-besaran siswa dari sekolah swasta, yang pada akhirnya mengancam eksistensi lembaga pendidikan non-negeri.

Sekda Jabar: "Tidak Ada Anak yang Boleh Tertinggal"

Menanggapi gugatan tersebut, Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan bahwa pemerintah daerah menghormati langkah hukum yang diambil para penggugat. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini lahir dari kajian mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari filosofis, yuridis, hingga sosiologis.

“Kami hidup di negara hukum. Gugatan ke PTUN adalah hak setiap warga negara. Dan kami siap menghadapi proses hukum ini dengan baik,” ujarnya.

Herman menjelaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah mencegah anak-anak Jawa Barat putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan. Mengingat provinsi ini termasuk salah satu dengan angka putus sekolah tertinggi di Indonesia, Pemprov Jabar memutuskan untuk menaikkan kapasitas rombel hingga maksimal 50 siswa per kelas — meski idealnya hanya 36.

“Mungkin kondisi kelas menjadi kurang ideal, tapi jauh lebih tidak ideal bila ada anak yang tidak sekolah sama sekali,” tegasnya.

Ia juga memastikan bahwa kebijakan tersebut sudah dikonsultasikan langsung dengan Kementerian Pendidikan, dan tidak menyalahi aturan. Bahkan, berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatifnya, seperti pembangunan ruang kelas baru, rehabilitasi ruangan, dan pemasangan fasilitas pendukung seperti AC.

Evaluasi dan Solusi Bertahap

Herman tidak menampik bahwa penambahan rombel menimbulkan ekses, terutama dalam kenyamanan ruang belajar. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan publik bersifat dinamis dan terus dievaluasi.

“Kita tidak bisa menunggu semua ideal untuk bertindak. Saat ini, anak-anak membutuhkan akses pendidikan, dan kami sebagai pemerintah wajib hadir,” katanya.

Pemerintah daerah pun tengah mempercepat pembangunan unit sekolah baru dan perbaikan ruang belajar agar kondisi kembali stabil menjelang akhir tahun. Ia juga membuka ruang diskusi dan perbaikan bila ada aspek kebijakan yang perlu disesuaikan.

Editor : Agung Bakti Sarasa

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network