“Pembagian 50:50 sah secara hukum berdasarkan Pasal 9 UU No. 8 Tahun 2019 dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara. Menteri berwenang membuat diskresi sesuai kondisi lapangan, apalagi penambahan besar di haji reguler berpotensi memicu overcrowding yang berbahaya,” ujar Mellisa di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Alasan Teknis Pembagian 50:50
Simulasi Armuzna (Desember 2023) menunjukkan zona 3–4 (biaya terjangkau) hanya mampu menampung 213.320 jemaah. Jika semua tambahan kuota diberikan untuk haji reguler, akan terjadi kelebihan kapasitas yang mengancam keselamatan.
Zona 5 (Mina Jadid) yang jaraknya 7 km dari Jamarat juga tidak direkomendasikan karena dianggap kurang layak. Maka solusinya:
- Tambahan 10.000 kuota reguler disesuaikan daya tampung Armuzna (total 213.320).
- Tambahan 10.000 kuota khusus (total 27.680) untuk menghindari risiko overkapasitas.
Dukungan DPR
Anggota Komisi VIII DPR Marwan Dasopang pernah menyatakan dalam rapat konsultasi Panja Haji (7 Januari 2025) bahwa pembagian kuota tambahan adalah wewenang menteri demi kepentingan publik dan fleksibilitas.
Menurut Mellisa, kebijakan Kemenag mengacu pada tiga prinsip:
- Legal – sesuai UU No. 8/2019.
- Regulasi tidak mengatur secara rinci.
- Kondisi mendesak – untuk kemanfaatan umum dan menghindari penempatan jemaah di zona berisiko.
Kemenag memastikan kebijakan ini bebas dari penyimpangan. Semua proses terdokumentasi dan telah melalui simulasi teknis bersama pemerintah Arab Saudi yang dituangkan dalam MoU resmi.
“Tuduhan praktik tidak sehat tidak berdasar. Ini murni kebijakan teknis untuk keselamatan jemaah,” tegas Mellisa.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait