BANDUNG, INEWS.ID - Dengan kemajuan teknologi, pasien kanker darah memiliki harapan baru untuk sembuh menyusul hadirnya terapi Sel T Chimeric Antigen Receptor (CAR) atau terapi Sel T CAR, metode pengobatan terbaru kanker darah.
Diketahui, penyakit kanker masih menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut Global Cancer Observatory (GLOBOCAN), pada 2020, di Indonesia terdapat 396.914 kasus kanker dengan angka kematian mencapai 234,511.
Adapun kanker darah sendiri mencapai 23.660 kasus, sehingga disebut sebagai jenis kanker paling umum kedua di Indonesia. Kanker darah disebabkan oleh disfungsi di dalam pertumbuhan dan perilaku sel, sehingga menyebabkan kelebihan sel darah putih yang diproduksi sumsum tulang yang kemudian mengarah ke kanker.
Hingga saat ini, belum ada tes skrining yang mampu mendeteksi kanker darah sejak dini. Sehingga, pengidapnya hanya bisa merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan tubuh mereka ketika mengalami gejala kanker darah.
Dengan kemajuan teknologi medis saat ini, para dokter dan peneliti telah menemukan pengobatan terbaru untuk kanker darah melalui terapi Sel T CAR yang merupakan metode pengobatan kanker darah terkini dan paling modern dan memberikan harapan baru bagi pasien. Terapi ini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.
"Dalam tiga dekade terakhir, kami telah melihat perkembangan yang luar biasa pada pengobatan baru untuk kanker. Pengobatan tersebut menjadi lebih efektif dan memiliki efek samping yang lebih kecil," ungkap Dr Ang Peng Tiam, Direktur Medis dan Konsultan Senior Onkologi Medis, Parkway Cancer Centre (PCC) Singapura dalam Virtual Pers Conference, Rabu (20/4/2022).
"Dengan pengobatan-pengobatan terbaru ini, kami dapat mengombinasikan beberapa pengobatan untuk mencapai hasil yang lebih baik," lanjut Dr Ang Peng Tiam.
PCC Singapura sendiri berkolaborasi dengan otoritas terkait, kelompok farmasi, asuransi, dan LSM untuk membuat perawatan kanker darah menjadi lebih mudah diakses dan terjangkau bagi setiap pasien di kawasan Asia Tenggara.
Sementara itu, Konsultan Senior Hematologi, PCC Singapura, Dr Colin Phipps Diong mengatakan, selain menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi, kanker darah juga banyak diderita oleh anak-anak.
Menurut data Global Burden of Cancer (Globocan), pada 2018, diperkirakan terdapat sekitar 33,5% kasus Leukemia baru pada anak laki-laki umur 0-19 tahun dan 31% pada anak perempuan di Indonesia.
Selain Leukemia, ada dua jenis kanker darah lainnya yang paling umum di Indonesia, yakni Limfoma dan Myeloma. Menurutnya, masing-masing dari jenis kanker darah tersebut memiliki penyebab pembentukannya sendiri.
"Terapi Sel T CAR dilakukan dengan cara mengambil Sel T dari pasien dan kemudian memodifikasinya di laboratorium hingga dapat mengenali target kanker di dalam tubuh. Setelah proses ini selesai, sel-sel tersebut dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien," jelasnya.
Sel T adalah sel darah putih yang mendeteksi dan menghancurkan sel-sel abnormal di dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Namun, pada pasien kanker darah, kemampuan Sel T terganggu, sehingga tidak dapat mendeteksi atau menghancurkan sel-sel kanker tersebut.
Dr Colin meyakinkan, terapi Sel T efektif dalam mengobati pasien relaps dengan kanker darah tipe Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) dan Kanker Limfoma Non-Hodgkin seperti Diffuse Large B-Cell Lymphoma (DLBCL), terutama jika pengobatan-pengobatan sebelumnya tidak berhasil menunjukkan hasil yang diharapkan.
Meski begitu, dia mengakui, sama halnya dengan pengobatan-pengobatan lainnya, terapi Sel T CAR juga memiliki efek samping seperti Immune Effector Cell-Associated Neurotoxicity Syndrome (ICANS) dan Cytokine Release Syndrome (CRS).
ICANS sendiri memengaruhi sistem saraf pusat pasien, sedangkan CRS adalah penyakit multisistemik yang berkembang setelah pengobatan Sel T CAR.
"Gejala CRS termasuk demam tinggi dan merinding, kesulitan bernapas, sakit kepala, detak jantung yang cepat, dan seterusnya. CRS dapat muncul beberapa minggu setelah proses dimasukkannya Sel T ke dalam tubuh, tetapi biasanya terjadi dalam dua minggu," terangnya.
Dia juga mengatakan, ada beberapa kelompok pasien yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti terapi Sel T CAR, seperti pasien yang memiliki hipertensi intrakranial atau tidak sadarkan diri, gagal pernapasan, pasien dengan koagulasi intravaskular diseminata, dan pasien hematosepsis atau infeksi aktif yang tidak terkendali.
"PCC akan terus mengembangkan keahlian dan layanan agar dapat senantiasa memberikan pengobatan kanker darah yang terkini. Kami selalu melihat ke masa depan. Penting bagi kami untuk terus membangun tim agar dapat memperluas jejak layanan kami dan memberikan pengobatan paling mutakhir seperti terapi Sel T CAR ini," kata Dr Colin.
Perjalanan dan Cara Kerja Sel T CAR
Untuk mendapatkan pengobatan Sel T CAR, terdapat beberapa proses yang harus dilewati oleh pasien. Proses awal dimulai dengan skrining dan mengambil Sel T, diikuti oleh proses modifikasi Sel T, kemudian melakukan kemoterapi sebelum Sel T dimasukan kembali, proses memasukan Sel T CAR itu sendiri, dan terakhir adalah fase pemulihan dan pemantauan.
Proses pertama dikenal dengan istilah leukapheresis untuk mengumpulkan sel darah putih termasuk Sel T. Kemudian, Sel T dipisahkan dan dipindahkan ke laboratorium untuk dimodifikasi. Proses ini dilakukan dengan memasukkan gen CAR ke dalam Sel T.
Proses selanjutnya, yakni memasukkan kembali Sel T CAR ke dalam tubuh. Dalam proses ini, pasien akan diberikan kemoterapi untuk menurunkan jumlah sel imun di dalam tubuh dan mempersiapkannya untuk menerima Sel T CAR tersebut.
"Begitu Sel T CAR mulai mengikat sel-sel kanker di dalam tubuh, mereka akan mulai bertambah jumlahnya dan menghancurkan sel-sel kanker," jelasnya.
Dr Colin menekankan bahwa di era pengobatan yang berkembang pesat saat ini, kita perlu mengingat bahwa tidak seperti perawatan biasa, standar sebuah pengobatan memiliki rekam jejak yang panjang dalam menyeimbangkan risiko dan efektivitas dengan efek samping jangka panjang yang dapat diketahui.
"Setelah menyelesaikan proses-proses tersebut, pasien kemudian akan melalui fase pemulihan dan tindak lanjut. Selama 6-8 minggu ke depan, tim dokter akan dengan cermat memantau kondisi pasien dan efek sampingnya," pungkas dia. (*)
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait