BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Tanggal 17 Agustus selalu diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia.
Di momen tersebut, lagu kebangsaan Indonesia Raya dan upacara pengibaran bendera merah putih dilakukan.
Bicara soal pengibaran bendera merah putih, terdapat fakta sejarah tentang tokok pengibar bendera Indonesia pertama kali.
Berikut ini, 3 tokoh yang mengibarkan bendera merah putih pertama kali:
1. Abdul Latief Hendraningrat
Latief Hendraningrat saat itu merupakan seorang cudanco (komandan kompi) pada Jakarta-syoo Dai Ichi Daidan pimpinan Kasman Singodimejo. Kisahnya bermula pada 17 Agustus 1945 pagi, ia mengatakan kepada sidokan (tentara Jepang yang mengawasi Daidan) bakal latihan di kota bersama rekan-rekannya.
Namun sebenarnya di Ibu Kota saat hari proklamasi, Latief berada di halaman rumah Jalan Pegangsaan Timur 56 untuk melakukan penjagaan. "Pikiran saya waktu itu memang tegang. Mata terus tertuju ke jalan besar melihat kemungkinan gangguan," ujar Latief, sebagaimana dikutip dari buku 'Seputar Proklamasi Kemerdekaan' yang disunting oleh Hendri F Isnaeni, Sabtu (26/8/2017).
Upacara proklamasi kemerdekaan pun dilakukan, dan Ir Soekarno menjadi pemimpinnya yang membacakan teks kemerdekaan. Saat itu Latief Hendraningrat berada di sebelah kanan Bung Karno. Proklamasi diucapkan, kemudian Indonesia merdeka.
Momen bersejarah di hidup Latief pun terjadi di sini. Kala upacara bendera dimulai, ia heran karena baki berisi bendera pusaka merah putih disodorkan kepadanya. Sekalipun bingung dan menyadari akibatnya jika menerima, Latief akhirnya memutuskan berani mengambilnya.
Melalui bantuan seorang pemuda bernama Suhud Sastrokusumo, seorang tokoh dari Barisan Pelopor, Latief mengibarkan bendera di sebuah tiang bambu sederhana depan kediaman Jalan Pegangsaan Timur 56. Lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' juga berkumandang dan sang saka merah putih berkibar di udara Indonesia merdeka.
Melalui peristiwa ini, Latief Hendraningrat bisa dibilang sebagai pelopor paskibraka Tanah Air. Saat masih tergabung di pasukan Jepang, Latief menjadi salah satu orang yang dipercaya di Pusat Latihan Pemuda atau Seinen Kun Reshu pada masa penjajahan Jepang yang berubah nama menjadi Pembela Tanah Air (PETA). Namun, ia akhirnya keluar dan memilih bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Setelah bergabung dengan TNI pada masa penyerahan kedaulatan, Latief Hendraningrat pada 1952 ditunjuk sebagai Atar Republik Indonesia untuk Filipina. Tetapi, akhirnya ia dipindahtugaskan ke Washington DC sampai 1956.
Kembali ke Indonesia, Latief Hendraningrat dipercaya sebagai pemimpin Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat yang sekarang dikenal sebagai Seskoad. Di dunia pendidikan tinggi, beliau juga pernah menjadi rektor IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta), tepatnya pada 1965.
Kemudian di 1967, Latief Hendraningrat pensiun dari TNI dengan pangkat terakhir brigjen. Usai pensiun, beliau tetap berkarya untuk Yayasan Pergurauan Rakyat dan Organisasi Indonesia Muda.
2. Suhud Sastro Kusumo
Selain Latief, Suhud, sahabat dekat dari Latief juga turut serta mengibarkan bendera Merah Putih untuk pertama kali. Pria kelahiran tahun 1920 ini menjadi anggota Barisan Pelopor yang didirikan Jepang.
Sebelum memulai tugas mulianya pada 17 Agustus 1945 sebagai pengibar bendera, ia juga mengambil peran penting dalam perjuangan kemerdekaan. Pada 14 Agustus 1945, Suhud dan beberapa anggota Barisan Pelopor ditugaskan untuk menjaga keluarga Soekarno. Sayangnya, pada 16 Agustus, ia kecolongan atas aksi diculiknya Soekarno oleh golongan pemuda (Sukarni dan Chaerul Saleh) yang menjadi awal mula terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
3. SK. Trimurti
Surastri Karma Trimurti adalah perempuan asal Surakarta yang lahir pada 11 Mei 1912. Melansir artikel Sejarah dan Budaya bertajuk ‘S.K. Trimurti: Pejuang Perempuan Indonesia’, ia dikenal sebagai seorang wartawan yang tulisan-tulisannya kerap membuat panas pemerintah Belanda. Meskipun sering mendapat sorotan tajam dari kolonial, semangatnya tidak pernah padam. Ia semakin berani dan terus menuliskan apa yang menjadi pemikirannya.
Ketika Proklamasi kemerdekaan, S.K Trimurti sebenarnya diminta untuk mengibarkan bendera pusaka. Namun, ia menolak dan mengatakan bahwa pengibaran sebaiknya diambil alih oleh prajurit. Tanpa instruksi, Latief Hendraningrat yang mengenakan seragam PETA maju dan mengibarkan bendera bersama S. Suhud.
Editor : Rizal Fadillah