get app
inews
Aa Text
Read Next : Cermati Banyaknya Perkeliruan dalam Pemilu 2024, Iwan Setiawan Soroti Benda Ajaib Sirekap

DKPP Terima 28 Laporan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Jabar

Selasa, 16 Mei 2023 | 16:05 WIB
header img
Diskusi DPP bertajuk "Ngetren Media, Ngobrol Etika Penyelenggaraan Pemilu dengan Media", di Kota Bandung. (Foto: InewsBandungRaya)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Berdasarkan data Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Jawa Barat menjadi salah satu dari tiga provinsi dengan jumlah aduan pelanggaran kode etik Pemilu paling banyak.

Hal itu disampaikan Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam acara "Ngetren Media, Ngobrol Etika Penyelenggaraan Pemilu dengan Media", di Kota Bandung, Senin, (15/5/2023) malam.

Menurut Dewa, aduan tersebut bukan menyangkut kepada lembaganya, melainkan personal penyelenggara pemilu.

"Data sementara, karena aduan di DKPP itu sifatnya dinamis, dari data Juni 2022 hingga 8 Mei 2023, pengaduan yang masuk itu ada 302. Sumut ada 54 aduan, Jabar 28 dan Aceh 24," kata Dewa.

Dewa menyebut, dari 302 pengaduan itu, terbagi ke dalam dua kategori, yakni terkait tahapan dan non-tahapan. Untuk tahapan, salah satu contohnya terkait dengan verifikasi parpol.

Sedangkan non-tahapan, Dewa mencontohkan terkait dengan perilaku penyelenggara pemilu yang diduga melanggar kode etik pedoman perilaku dan sumpah penyelenggara.

"Kebanyakan dari aduan yang masuk adalah soal rekrutmen, terutama terkait badan penyelenggara ad-hoc baik itu PPK, PPS atau rekrutmen Panwaslu kecamatan dan pengawas di desa atau kelurahan," jelasnya.

Dewa mengungkapkan, pihaknya menangani aduan yang masuk sepanjang ada sangkut pautnya dengan penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Sedangkan aduan terkait PPK atau PPS, biasanya diselesaikan di tingkat KPU atau Bawaslu kabupaten/kota.

Seperti yang saat ini sedang ditangani oleh DPKK terkait dua perkara pelanggaran kode etik di Majalengka.

"Ada dua perkara menyangkut KPU Majalengka. Ini terkait dugaan pelanggatan rekrutmen badan penyelanggara ad-hoc atau PPS. Sidangnya masih berjalan," ungkapnya.

Soal sanksi yang dijatuhkan jika aduan itu terbukti, Dewa menyampaikan, DKPP memiliki mekanisme yang sudah diatur undang-undang. Jenis sanksi yang diberikan mulai dari peringatan, peringatan keras dan peringatan keras terakhir.

Kemudian, ada juga sanksi diberhentikan sementara dan sanksi diberhentikan dari jabatannya.

"Misalkan diberhentikan dari jabatan ketua tapi tetap jadi anggota," ujarnya.

Terakhir, sanksi terberat yang dijatuhkan oleh DKPP kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik adalah diberhentikan tetap atau diberhentikan sebagai anggota.

"Kalau ini yang bersangkutan tidak lagi sebagai penyelenggara, artinya total diberhentikan," imbuhnya.

Dari 302 aduan yang masuk sejak Juni 2022 hingga 8 Mei 2023, Dewa menyebut ada beberapa putusan DKPP yang menjatuhkan sanksi terberat kepada pelanggar kode etik. Menurutnya, putusan itu diambil melalui kajian dan pertimbangan mendalam. 

"Ya, ada, ada beberapa penyelenggara di kabupaten yang diberhentikan (sebagai anggota) melalui kajian dan pertimbangan mendalam. Tapi ada juga yang diberhentikan sebagai ketua dan peringatan," tuturnya.

Meminimalisir terjadinya pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, DKPP terus melakukan langkah-langkah. DKPP akan memastikan tahapan pemilu berjalan sesuai ketentuan dan mendorong komunikasi serta kordinasi di internal lembaga penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu dan DKPP itu sendiri.

Tripartid antara KPU, Bawaslu dan DKPP itu dinilai sangat penting, disamping adanya partisipasi dari stakeholder lain termasuk media, kampus dan lainnya. 

"Ini penting, karena penyelenggara pemilu tidak hadir dalam ruang kosong. Dia hadir di tengah masyarakat. Di harus melaksanakan ketentuan dan satu sisi dia akan alami perjumpaan dengan realitas yang terjadi di masyarakat," katanya.

"Makanya, kalau mau pemilunya berintegritas, sudah waktunya membangun budaya politik dan kultur demokratis. Saya yakin masing-masing daerah memiliki kearifan lokal yang bisa mencapai itu," tambahnya. 

Sementara itu, Anggota Tim Pemeriksa Daerah DKPP, Ujang Charda S menilai, kode etik penyelenggara Pemilu sangat penting karena berkaitan dengan integritas mereka dalam pesta demokrasi.

Ujang menyebut, penyelenggara Pemilu harus setia terhadap sumpah dan janjinya, yang tak hanya disaksikan manusia tapi juga Tuhan.

"Ini perlunya kode etik, karena penyelenggara Pemilu itu haruslah homo juridicus atau yang paham tentang kepemiluan. Lalu dia juga harus homo ethicus, peduli sesama, kooperatif dan jujur. Perpaduan itu yang bisa menghasilkan penyelenggara Pemilu yang dapat dipercaya oleh masyarakat," tuturnya. 

Meski begitu, ia tak menampik itu pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu akan terjadi. Ia mecontohkan, dengan lebih dari 35 juta pemilih di Jabar, lebih dari 148 ribu TPS, potensi pelanggaran penyelenggara pemilu cukup besar.

"Bisa saja penyelenggara pemilu itu lalai dalam proses, lalu ada pelanggaran keberpihakan, melanggar tertib sosial atau perlakuan tidak adil. Termasuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum. Ini yang harus diantisipasi," katanya.

Di tempat sama, Ketua Bidang Advokasi PWI Jabar, Erwin Kustiman mengatakan, pers memiliki kaitan sangat dekat dengan lembaga demokrasi. Di Indonesia khususnya, pers sekarang ini bisa hidup bebas karena demokrasi.

Erwin berharap, media di momen Pemilu kali ini, bisa menampilkan pemberitaan yang memberikan dampak positif alih-alih menyajikan rivalitas kandidat. Pers jangan terjebak dalam 'jurnalisme pacuan kuda' yang hanya fookus pada data polling dan persepsi publik daripada kebijakan kandidat.

"Saya kira, pers tidak boleh lagi menempatkan langkah yang dilakukan DKPP, KPU, Bawaslu, sebagai berita yang kurang seksi," ujar Erwin.

"Berita terkait administrasi, penyelenggaraan dan bagaimana semua proses berlandaskan dimensi etik itu yang jauh lebih penting. Alih-alih sedesar munculkan berita koalisi dll. Itu penting, tapi itu dinamika yang muncul di tengah mereka yang ikut kontestasi. Yang paling penting adalah bagaimana demokrasi ke depan akan berkembang," tandasnya.

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut