BANDUNG BARAT,Inews Bandungraya.Id - Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) melalui Program Pengabdian Masyarakat Skema Bottom-up memasang teknologi tepat guna berupa unit reaktor biogas.
Teknologi tersebut untuk mengolah kotoran sapi (kohe) menjadi biogas, yaitu sumber energi bersih dan tidak berbau yang dapat menggantikan gas LPG untuk kehidupan masyarakat sehari-hari.
Acara peletakan batu pertama dihadiri oleh pihak-pihak yang berkolaborasi mewujudkan program ini. Yaitu LPPM ITB, PT. Aimtopindo Nuansa Kimia, FPLH (Forum Penyelamat Lingkungan Hidup) dan Pemerintah Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Senin 18 September 2023.
Dipilihnya Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) Jawa Barat, karena dikenal sebagai salah satu sentra utama produsen susu. Sebab di wilayah ini iklimnya sangat mendukung untuk peternakan sapi.
Kegiatan peternakan sapi ini menghasilkan kohe yang jika tidak diolah dengan baik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Potensi produksi biogas di Desa Jayagiri, Lembang, cukup besar karena dihasilkan sekitar 15 ton kotoran sapi per hari dari peternakan di daerah ini.
Tim LPPM ITB diketuai oleh Anggit Raksajati S.T., Ph.D. beranggotakan Prof. Dr. Ir. Lienda A. Handojo, M.Eng., Antonius Indarto, S.T., M. Eng., Ph.D., dan Dr. Indra Wibowo, S.Si, M.Sc. Pada acara peletakan batu pertama ini, Anggit dan Lienda hadir secara langsung untuk memberikan sambutan dan penjelasan singkat mengenai rencana program ini.
Mereka didampingi oleh Prof. Ir. Dwiwahju Sasongko, M.Sc., Ph.D. (staf pengajar program studi Teknik Kimia ITB), Ir. Sanggono Adisasmito, M.Sc., Ph.D. (Ketua Kelompok Keahlian Energi dan Sistem Pemroses Teknik Kimia ITB), Prof. Tirto Prakoso, S.T., M.Eng., Ph.D. (ketua tim budidaya larva black soldier fly/BSF yang akan terintegrasi dengan program biogas), Ardiyan Harimawan, S.T., M.Eng., Ph.D. (anggota tim budidaya BSF), dan Giovanni Arneldi Sumampouw, S.T., M.Sc. (asisten perkuliahan program studi Teknik Pangan ITB).
"Melalui proses fermentasi, kohe dapat dikonversi menjadi biogas. Biogas yang dihasilkan kemudian dibersihkan dari komponen pengotornya, terutama gas hidrogen sulfida (H2S) yang menyebabkan bau tidak sedap dan dapet beracun bagi manusia," kata Ketua Tim LPPM ITB Anggit Raksajati S.T., Ph.D, dalam penjelasannya.
Biogas “tidak berbau” yang dihasilkan juga akan digunakan untuk lemari pengering produk perkebunan. Selain itu, biogas juga rencananya dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam usaha Budidaya Larva Black Soldier Fly (BSF) yang sering dikenal juga sebagai maggot untuk pakan ternak, serta dapat juga digunakan untuk keperluan rumah tangga masyarakat sekitar.
Proses produksi biogas juga akan menghasilkan produk samping berupa slurry yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk secara langsung maupun melalui proses pengolahan lanjutan, yang harapannya dapat menjadi topik pengabdian masyarakat pada tahun mendatang.
Pada pelaksanaan tahap awal di tahun 2023 ini, unit dirancang untuk mengolah kohe yang dihasilkan dari 25-50 ekor sapi. Jika unit terbukti mencapai kinerja yang diharapkan, maka unit dapat dikembangkan untuk volume yang lebih besar.
Pembangunan Mini Biogas Plant ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk menyelesaikan kendala limbah di masyarakat peternakan di Kawasan Desa Jayagiri, sekaligus memproduksi bahan bakar ramah lingkungan untuk mendukung usaha UMKM lokal.
"Adanya biogas sebagai sumber energi, biaya operasional pengeringan dan budidaya BSF/maggot dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan perekonomian warga sekitar," pungkasnya. (*)
Editor : Rizki Maulana