get app
inews
Aa Text
Read Next : Hasil Istikharah, Ulama Abuya Muhyiddin Dukung Dadang Supriatna-Ali Syakieb

Ini Kata Ulama Tentang Hukum Orang Muslim Mengucapkan Selamat Natal

Senin, 25 Desember 2023 | 16:16 WIB
header img
Ini Kata Ulama Tentang Hukum Orang Muslim Mengucapkan Selamat Natal. (Foto: Ilustrasi/Pixabay)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Hukum mengucapkan selamat Natal bagi umat Islam kerap kali menjadi perdebatan khususnya di media sosial.

Seperti diketahui, setiap pada 25 Desember, umat Kristiani memperingati hari raya Natal. Di saat yang bersamaan, sejumlah umat agama lain menghargai dengan menyampaikan ucapan.

Namun, bagi orang Muslim sendiri, mengucapkan selamat natal adalah sebuah topik yang sering menimbulkan perdebatan dan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan ormas islam. 

Lantas, bagaimana pandangan ulama terkait mengucapkan selamat Natal bagi umat Islam? Apakah boleh atau haram? Berikut ulasannya, dilansir dari laman Nu Online, Senin (25/12/2023).

1. Sebagian ulama meliputi Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far at-Thalhawi dan sebagainya, mengharamkan seorang muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya.

Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranya: firman Allah dalam surat Al-Furqan ayat 72: 

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Artinya: Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.   

Pada ayat tersebut, Allah menyebutkan ciri orang yang akan mendapat martabat yang tinggi di surga, yaitu orang yang tidak memberikan kesaksian palsu. Sedangkan, seorang muslim yang mengucapkan selamat Natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat Kristiani tentang hari Natal.

Akibatnya, dia tidak akan mendapat martabat yang tinggi di surga. Dengan demikian, mengucapkan selamat Natal hukumnya haram.   

Di samping itu, mereka juga berpedoman pada hadits riwayat Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ 

Artinya: Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut. (HR Abu Daud, nomor: 4031).

Orang Islam yang mengucapkan selamat Natal berarti menyerupai tradisi kaum Kristiani, maka dianggap bagian dari mereka. Dengan demikian, hukum ucapan dimaksud adalah haram.

2. Sebagian ulama meliputi Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan sebagainya membolehkan ucapan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berlandaskan pada firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8: 

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ

Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.   

Pada ayat di atas, Allah tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada siapa saja yang tidak memeranginya dan tidak mengusirnya dari negerinya. Sedangkan, mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada orang non-muslim yang tidak memerangi dan mengusir, sehingga diperbolehkan.   

Selain itu, mereka juga berpegangan kepada hadits Nabi riwayat Anas bin Malik sebagai berikut:

كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ: أَسْلِمْ. فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ، فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَسْلَمَ. فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: (الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ) ـ

Artinya: Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi SAW, kemudian ia sakit. Maka, Nabi mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: Masuk Islam-lah. Anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: Taatilah Abul Qasim (Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam). Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi keluar seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka. (HR Bukhari, nomor: 1356 dan 5657).

Menanggapi hadits tersebut, Ibnu Hajar berkata: Hadits ini menjelaskan bolehnya menjadikan non-muslim sebagai pembantu, dan menjenguknya jika ia sakit. (Lihat: Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 3, halaman: 586).

Pada hadits di atas, Nabi mencontohkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada non-muslim yang tidak menyakiti mereka. Mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada mereka, sehingga diperbolehkan.

Dari pemaparan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang ucapan selamat Natal. Ada yang mengharamkan, dan ada yang membolehkan.

Umat Islam diberi keleluasaan untuk memilih pendapat yang benar menurut keyakinannya. Maka, perbedaan semacam ini tidak boleh menjadi konflik dan menimbulkan perpecahan.

Jika mengucapkan selamat Natal diperbolehkan, maka menjaga keberlangsungan hari raya Natal, sebagaimana sering dilakukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), juga diperbolehkan. Dalilnya, sahabat Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu menjamin keberlangsungan ibadah dan perayaan kaum Nasrani Iliya’ (Quds/Palestina): 

هَذَا مَا أَعْطَى عَبْدُ اللهِ عُمَرُ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ أَهْلَ إِيْلِيَاءَ مِنَ الْأَمَانِ: أَعْطَاهُمْ أَمَانًا لِأَنْفُسِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ وَكَنَائِسِهِمْ وَصَلْبَانِهِمْ وَسَائِرِ مِلَّتِهَا، لَا تُسْكَنُ كَنَائِسُهُمْ، وَلَا تُهْدَمُ

Artinya: Ini merupakan pemberian hamba Allah, Umar, pemimpin kaum mukminin kepada penduduk Iliya’ berupa jaminan keamanan: Beliau memberikan jaminan keamanan kepada mereka atas jiwa, harta, gereja, salib, dan juga agama-agama lain di sana. Gereja mereka tidak boleh diduduki dan tidak boleh dihancurkan. (Lihat: Tarikh at-Thabary, Juz 3, halaman: 609). Wallau a'lam. 

Editor : Zhafran Pramoedya

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut