"Sehingga, Disdik Jabar sebagai pengelola sistem IT aplikasi dapat mempertanggungjawabkan data yang di-publish sebagaimana UU Keterbukaan Informasi Publik," ucapnya.
Sedangkan pada jalur zonasi, ungkapnya, yang menjadi ukuran adalah Kartu Keluarga (KK) terakhir calon peserta didik, bukan sekolah asal SMP atau MTs. "Bisa saja asal sekolahnya dari luar kota misal di Garut, SMA-nya mendaftar di Bandung kalau memang calon peserta didik dan orang tuanya pindah ke Bandung. Yang terpenting, calon peserta didik sudah berdomisili minimal satu tahun," jelasnya.
Ia menambahkan, kesesuaian asal kota atau kabupaten SMP atau MTs. dengan KK terakhir akan diverifikasi bagi calon peserta didik yang tinggal tidak dengan orang tua siswa atau tinggal dengan wali. "Untuk memastikan sudah berdomisili satu tahun, saat kelas 9 SMP/MTs. sudah bersekolah di kota atau kabupaten yang sesuai dengan KK-nya," ujarnya.
Ia menegaskan, masyarakat, orang tua atau pihak yang terlibat dalam penerbitan KK pun perlu memastikan tidak ada perpindahan calon peserta didik ke dalam KK wali yang fiktif dengan memanipulasi dalam upaya mendekatkan alamat domisili ke sekolah yang diinginkan. "Hal ini akan berdampak pada kegagalan penanaman nilai karakter calon peserta didik yang jujur, disiplin, demokratis," tegasnya.
Dengan demikian, ia meminta, pelaksanaan PPDB yang objektif, transparan, akuntabel, dan bersih perlu didukung oleh semua pihak, baik orang tua, sekolah, dan masyarakat untuk menyiapkan generasi muda menjadi pemimpin yang jujur di masa depan.
"Seperti filosofi yang kita tambahkan dalam PPDB tahun ini, 'Pemimpin jujur hadirkan sekolah jujur. Sekolah jujur hasilkan pemimpin jujur'," pungkasnya. (*)
Editor : Abdul Basir