BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2024, Yayasan Lentera Insan Kreatif (Link Foundation) menggelar launching roadshow "Gerakan Bhinneka” pada Rabu (24/7/2024) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung.
Tujuan dari gerakan ini untuk memberdayakan guru melalui pelatihan literasi, dan matematika, serta Kiat Praktis Menguak Potensi Anak dengan Kesulitan Belajar Spesifik (disleksia) sehingga guru memahami perbedaan cara belajar anak dan bisa mendukung kematangan sosial emosional.
Ketua Yayasan Lentera Insan Kreatif, Laurentia Mira S.H mengatakan, program ini bertujuan untuk meningkatkan awareness terhadap ciri-ciri disleksia.
“Banyak diantara anak-anak kita yang disleksia tapi tidak terdiagnosa. Mereka masuk ke sekolah umum kemudian mereka diberi cap yang tidak tepat, karena dianggap nakal, bodoh, dianggap pembuat ulah. Jadi mereka pada akhirnya diasingkan karena terlihat bodoh, padahal mereka sebenarnya hanya butuh bantuan,” papar Laurentia, Rabu (24/7/2024).
Untuk itu, Yayasan Lentera Insan Kreatif bekerjasama dengan United NoticeAbility Dyslexia Network untuk mensosialisasikan tentang disleksia.
“Semoga masyarakat Indonesia jadi lebih punya awareness tentang apa itu disleksia? dan melihat anak-anak disleksia ini sebagai anak-anak yang memiliki potensi,” ujarnya.
Kemudian, Laurentia mengatakan sosialisasi dan edukasi bagi 225 anak binaan LPKA Bandung pada prinsipnya merupakan upaya untuk mengurai, mengidentifikasi, dan membantu anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik atau disleksia di berbagai lapisan masyarakat.
Atau seminimal-minimalnya mengenal terlebih dahulu atau menumbuhkan kesadaran tentang apa itu disleksia dan bagaimana anak kemudian mengetahui dan menyadari potensi diri dan rasa percaya dirinya masing-masing.
Terlebih lagi, hal tersebut diperkuat dan merujuk pada data temuan United NoticeAbility Dyslexia Network (organisasi nirlaba asal Amerika Serikat yang berkomitmen untuk memberdayakan individu penderita disleksia di seluruh dunia), yang menyebutkan bahwa 50% penghuni Lembaga Pemasyarakatan di Amerika Serikat adalah anak dengan disleksia. Dan tidak menutup kemungkinan hal demikian juga terjadi di belahan dunia yang lain, tak terkecuali di Indonesia.
“Dalam perkembangannya, salah satu hasil penelitian United NoticeAbility Dyslexia Network menunjukkan bahwa anak-anak yang kesulitan belajar spesifik itu banyak sekali yang hidupnya berakhir di balik jeruji,” ujarnya.
Untuk itu, Laurentia menilai bahwa sebetulnya anak-anak LPKA ini cerdas. Namun, memang perlu treatment khusus untuk bisa membaca, bisa menguasai matematika, dan hal ini tidak dimiliki oleh sekolah-sekolah di Indonesia.
Kedepannya, Yayasan Lentera Insan Kreatif akan membantu anak-anak yang berada di LPKA ini melalui treatment hasil dari sinergi dengan organisasi di luar negeri.
“Masih dalam penjajakan, tapi kami juga sebetulnya merasa terpanggil untuk membantu anak-anak ini, karena kita tau pastikan sumber daya nya terbatas, sedangkan pengetahuan tentang treatment anak-anak ini di Indonesia juga belum banyak, kebetulan kami bisa bersinergi dengan organisasi luar negeri yang punya lebih banyak hasil penelitian, lebih banyak metode, jadi kami juga terpanggil untuk bantu anak-anak itu disini,” paparnya.
Adapun terkait Gerakan Bhineka sendiri, kedepannya Yayasan Lentera Insan Kreatif akan berkeliling ke 23 kota di 11 provinsi di Indonesia dengan target 2000 guru dan orang tua paham tentang disleksia.
“Gerakan bhineka itu kami sudah mulai dari webinar-webinar, dan gong nya itu hari ini kita buka di LPKA II Bandung ini, kemudian mulai minggu depan kami akan keliling ke 23 Kota di 11 Provinsi. Target capaiannya 2000 guru dan orangtua yang akan sadar tentang apa itu disleksia? dan bagaimana treatment anak yang memiliki disleksia?," tandasnya.
Maka, dengan berbagai dinamika dan tantangannya, visi terdekat dari gerakan ini pada akhirnya tidak terlalu muluk-muluk di awal,dan lebih kepada agar masyarakat di Indonesia bisa mengenali terlebih dahulu apa itu disleksia atau seperti apa ciri anak dengan kesulitan belajar spesifik.
Editor : Zhafran Pramoedya