BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum (AMPH) mengepung Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin 19 Agustus 2024. Mereka menuntut kedua lembaga penegakan hukum itu bersikap netral dan adil dalam menangani kasus hingga ke pengadilan.
Massa AMPH pertama menggelar aksi unjuk rasa di depan Kejari Kota Bandung, Jalan Jakarta, Kota Bandung. Mereka menuntut jaksa penuntut umum (JPU) adil dan sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam melakukan persidangan.
"Kami menuntut JPU Kejari Bandung agar netral dan tidak berpihak dalam kasus kasus yang ditangani dan tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung," kata Fegi, kordinator aksi.
Saat aksi di Kejari Bandung, enam orang perwakilan mahasiswa diterima oleh Kasi Intel Kejari Bandung. Perwakilan massa AMPH menyampaikan 15 poin tuntutan, di antaranya mendukung penegakan hukum berkeadilan, efisiensi proses persidangan cepat dan mudah.
"Kami mendukung upaya jaksa dalam penegakan hukum, dan mendorong Kejaksaan Negeri Kota Bandung memproses hukum pengacara terdakwa Sasa alias Adetya dalam kasus penipuan, atas perilaku saudara Nico Sihombing yang terlampir dalam nota tuntutan dan penghinaan terhadap korban dengan sebutan “hantu”," kata Fagi.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Kepala Seksi Intel Kejari Bandung Wawan Setiawan mengatakan, Kejari Bandung akan memproses 15 poin tuntutan AMPH.
Wawan mengatakan, kasus penipuan dengan terdakwa Sasha alias Adetya merupakan kasus dalam atensi Kejari Bandung.
"Hasil dari tembusan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terkait unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum pada Senin 12 Agustus 2024, kami mengapresiasi kepedulian AMPH memantau kasus hukum di Kota Bandung," kata Kasi Intelijen Kejari Bandung.
Seusai mengepung Kejari Bandung, massa AMPH bergerak ke Jalan Riau, untuk melanjutkan aksi unjuk rasa di PN Bandung. Di depan Pengadilan Negeri Bandung, massa melakukan orasi di atas mobil komando.
Perwakilan massa aksi diterima audiensi oleh Anak Agung Gede Susila Putra, Humas PN Bandung sekaligus hakim dalam persidangan perkara nomor 312/Pid.B.2024/PNbdg.
Susila mengatakan, proses persidangan tidak akan berlarut-larut. Setelah mendengarkan saksi yang meringankan selasa 20 Agustus 2024, PN Bandung akan menggelar sidang pemeriksaan terdakwa.
"Terkait contempt of court, hakim tidak mempersoalkan karena yang rugi adalah pihak terdakwa. Kami mengapresiasi aksi ini karena bagian dari pengawasan dari masyarakat," kata Susila.
Dalam audiensi, perwakilan massa aksi dari AMPH menekankan PN Bandung memenuhi 15 poin tuntutan demi terwujudnya hukum berkeadilan dan kepastian.
"Jika 15 poin tuntutan tersebut diabaikan, dengan tegas Aliansi Mahasiswa Hukum akan melakukan unjuk rasa lanjutan dan berjilid-jilid dengan massa aksi mahasiswa jauh lebih banyak," kata Fegi.
Setelah menggelar aksi di dua kantor lembaga hukum itu, Fegi menyatakan, intinya mendukung pengadilan, hakim dan jaksa, menuntaskan segala macam perkara yang hari ini didalami.
"Bentuk apresiasi kami mendukung penuh untuk mengawal kasus. Mungkin misalkan, nggak ada tanggapan kami akan melakukan aksi lagi. Mereka menjanjikan ketika tidak ada hasil, kami akan terus audensi mendorong ini semua," tandas Fegi.
Berikut 15 poin tuntutan AMPH:
1. Meminta agar Hakim dan Jaksa untuk bekerja dalam Undang-Undang Peradilan
Huku adil kepada korban.
2. Meminta hakim dan jaksa menjalankan koridor hukum sesuai hukum acara agar tidak ada intervensi dari pengacara yang menjadikan pembiasan pokok perkara terpidana menjadi terdakwa.
3. Menghargai segala proses hukum yang sedang berjalan dan mendukung transparansi dalam persidangan kasus terdakwa dengan Nomor Perkara : 312/Pid.B/2024/PN Bdg.
4. Dalam persidangan, walk out secara tidak langsung adalah bentuk mengajarkan kepada masyarakat untuk melawan hukum dan menimbulkan mafia hukum baru.
5. Agar hakim dan Jaksa mengeluarkan surat penetapan tersangka baru dalam
pelanggaran sidang yang sedang berlangsung yang dilakukan tersangka/terdakwa.
6. Menggiring massa ke dalam persidangan dengan membawa simbol dan perangkat aksi adalah bentuk pelanggaran berat, sama dengan mengintervensi hukum dan aparat penegak hukum serta Lembaga Peradilan.
7. Agar terdakwa menjalankan segala proses hukum yang berlaku di indonesia, karena pada dasarnya seluruh masyarkat di Indonesia wajib mengikuti hukum yang berlaku.
8. Menentang keras atas perilaku terdakwa yang berlindung di balik isu perempuan dan melibatkan atau menyeret masyarakat yang tidak tahu menahu dalam persoalan
tersebut.
9. Mendorong hakim dan jaksa memutuskan hukuman berat dan memberi sanksi terhadap pengacara yang melanggar mekanisme proses persidangan dan mempermainkan hukum yang berlaku untuk di cabut praktek izin beracara.
10. Mendorong aparat penegak hukum untuk memberantas mafia hukum sampai ke akar-akarnya.
11. Menentang keras oknum yang mempermainkan hukum dengan cara
mempermainkan persidangan dan mengintervensi hakim dan jaksa serta aparat kepolisian.
12. Menghambat proses jalannya acara persidangan adalah bentuk pemufakatan jahat.
13. Menuntut Hotma Sitompul beserta tim pengacaranya selaku kuasa hukum terdakwa diberikan hukuman pidana dan diberikan sanksi dari pengadilan atau badan pengatur profesi hukum yang telah membuat gaduh di dalam proses persidangan Pengadilan Negeri Bandung yang telah melakukan contempt of court.
14. Menuntut Nico Sihombing selaku kuasa hukum terdakwa diberikan hukuman pidana dan diberikan sanksi dari pengadilan atau badan pengatur profesi hukum atas pernyataan yang telah melanggar etika profesi hukum.
15. Menuntut Pengacara Nico Sihombing agar menjadi tersangka karena telah membawa dan mengajarkan terdakwa untuk melakukan Comptent of Court, serta agar di cabut perizinnan dalam kegiatan hukum beracara.
Hal tersebut tertuang dalam :
a) Pasal 217 KUHP
b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
d) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHPer)
Editor : Ude D Gunadi