Arman mencontohkan, bisa saja seorang calon bupati itu beristri dua atau bahkan lebih, tapi masih dipilih, hal itu karena mayoritas publik tidak tahu. Atau tahu tapi tidak percaya.
"Dari beberapa survei yang pernah dilakukan IPS, memang rata-rata publik yang tahu isu negatif para calon itu tak pernah lebih dari 10 persen. Kebanyakan hanya 5% saja. Sehingga, wajar jika isu tersebut tidak berpengaruh kepada elektoral kandidat," ujar Arman.
Ditanya soal isu negatif tiga cabup di Subang, Arman mengaku tidak tahu. Tapi, jika ada kandidat yang merasa terlibat dua isu tersebut, baik poligami maupun narkoba, harus siap-siap rontok elektabilitasnya jika diketahui oleh mayoritas publik di Subang.
"Jujur, saya sendiri tidak tahu, siapa calon bupati di Subang yang terlibat poligami dan narkoba. Saya hanya ingin mengingatkan berdasarkan data, bahwa dua isu itu jangan dianggap sepele, jika sampai mayoritas publik tahu," tuturnya.
Arman mencontohkan kasus pada Pilpres 2024 lalu, di mana salah satu kandidatnya, yaitu Ganjar Pranowo, ramai diberitakan di aneka media sosial (medsos) suka menonton video porno.
Pada saat awal-awal, kata Arman, tak banyak orang tahu pengakuan Ganjar dalam salah satu podcast Dedi Corbuzer itu. Tapi, semakin lama, mayoritas publik semakin tahu bahwa Ganjar suka menonton video porno, akhirnya elektabilitasnya merosot.
Padahal, itu urusan pribadi kandidat, tidak merugikan langsung banyak orang. Sama seperti itu poligami yang dalam agama Islam tak dilarang, tapi mayoritas pemilih tak ingin pemimpin poligami.
"Ini sedikit contoh aja, yang dibolehkan saja dalam agama seperti poligami, ditolak mayoritas pemilih. Apalagi yang jelas-jelas dilarang agama, seperti narkoba," ucapnya.
Editor : Ude D Gunadi