Melalui kegiatan budaya, Dedi Mulyadi menjadikan budaya sebagai medium komunikasi. Contohnya adalah keterlibatan para pendukung Dedi Mulyadi di Cianjur dalam mendukung pementasan “Dari Pancaniti ke Ceurik Oma,” sebuah pertunjukan dari Lokatmala Foundation yang memperkenalkan kembali Ngaos, Mamaos, dan Maenpo kepada publik dengan cara yang berbeda dan visioner.
Pendekatan serupa pernah dilakukan para relawan Presiden Joko Widodo, yang efektif dalam membangun militansi, kepercayaan dan hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat.
Bahkan dalam setiap kegiatan budaya, di berbagai tempat Dedi kerap hadir bukan sebagai sosok pemimpin yang jauh, melainkan sebagai bagian dari masyarakat yang ingin melestarikan budaya bersama-sama.
Peluang Kemenangan
Kedekatan Dedi Mulyadi dengan budaya lokal memberikan keunggulan yang unik dalam Pilgub Jabar, terutama di mata generasi muda yang mulai menyadari pentingnya identitas lokal. Menurut Indonesia Millennial Report (2022), generasi muda di Indonesia cenderung menghargai pemimpin yang otentik dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya lokal.
Pada bagian ini Dedi dianggap berbagai kalangan termasuk para politisi dan komunitas budaya Sunda telah berhasil memperkenalkan seni-seni tradisional ke berbagai acara budaya yang lebih terhormat. Hal ini mencerminkan keseriusannya dalam menjaga budaya lokal tetap relevan.
Pendekatan ini diperkuat oleh hasil Global Attitudes Survey dari Pew Research Center yang menunjukkan bahwa masyarakat Asia menghargai pemimpin yang mempertahankan budaya di tengah kemajuan ekonomi (Pew Research Center, 2020).
Dukungan terhadap tiga pilar budaya Cianjur memberikan nilai tambah bagi Dedi untuk meraih simpati dari berbagai kalangan, termasuk mereka yang merasa budaya Sunda perlu dipertahankan di tengah derasnya arus budaya asing.
Namun, melestarikan budaya bukanlah tugas yang mudah. Salah satu tantangan utama yang dihadapi Dedi Mulyadi adalah keterbatasan anggaran dan dukungan dari pemerintah.
Editor : Ude D Gunadi