get app
inews
Aa Text
Read Next : Ledia Hanifa Beberkan Fokus Utama Komisi X DPR RI Periode 2024-2029

Tukin Dosen Tidak Cair, Anggota Komisi X DPR RI Khawatir Ilmuwan Indonesia Hengkang ke Luar Negeri

Rabu, 15 Januari 2025 | 18:51 WIB
header img
Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarif Muhammad Alaydrus mendesak Kemendiktisaintek segera membayar tukin dosen ASN. (FOTO: AGUS WARSUDI)

"Ini perlu saya uraikan yuridis historisnya. Tukin dosen ASN ini telah melewati perjalanan panjang, sejak Kemendikbud (hingga 2014), kemudian menjadi Kemenristekdikti (2015-2019). Kemudian menjadi Kemendikbud (Des 2019) dan Kemendikbudristek (April 2021-2024) dan ternyata juga muncul pada zaman Kemendiktisaintek saat ini," tuturnya.

Sebelum UU 5/2014, kata Habib Syarif, dosen tidak mendapatkan tukin karena ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun Setelah lahir UU 5/2014 dengan Perpres 151/2015 dan Perpres/ 2018, seharusnya dosen telah mendapatkan tukin. 

Tetapi, kemudian keberadaan tukin dosen hilang, karena kehadiran Perpres 138/2015, Perpres 32/2016, dan Perpres 131/2018. Kemudian, muncul Perpres 136/2018 dan Permendikbud 49/2020 yang menjadi landasan yuridis tukin dosen ASN. Namun tukin dosen ASN tidak kunjung dibayarkan. 

Ketika Kemdikbud berubah nomenklatur menjadi Kemendikbudristek, Perpres 136/2018 dan Permendikbud 49/2020 masih berlaku , tetapi tukin kembali tidak dibayarkan.

"Bagi saya, regulasi yang ada saat ini menjadi landasan kuat, sehingga penyimpangan terhadapnya merupakan pengabaian hukum serius, karena menyangkut hak individu manusia," ucap Habib Syarif.

Alasan kedua, ujarnya, sosiologis. Pendidikan yang baik, adalah kebutuhan penting bagi kemajuan suatu bangsa dan negara. Arsitektur pendidikan yang dirancang, wajib memastikan dibangun dengan pilar kokoh. 

Maka, pilar manusia, yakni, pendidik, harus dihormati secara pantas. Jika tidak, perlahan akan rapuh. Mereka akan beralih ke pihak yang menghormati. Inilah cikal bakal berkembangnya fenomena brain drain.

"Secara sederhana brain drain atau human capital flight merupakan hengkangnya kaum intelektual, ilmuwan, cendikiawan dari negerinya sendiri dan menetap di luar negeri. Alasan yang melatarbelakanginya beragam. Contoh, Albert Eisntein yang tidak kembali ke Jerman pada 1933, ketika tengah berkunjung ke AS karena rumahnya diambil alih oleh Nazi. Ketika itu dia dan ilmuwan-ilmuwan Yahudi diburu Nazi," ujarnya.

Saat ini, fenomena brain drain terjadi di Indonesia. Kendati bukan hal baru, karena pada tahun 1980-an, ketika Menristek BJ Habibie mengirim ratusan remaja potensial untuk belajar ke luar negeri. 

Banyak para lulusan perguruan tinggi luar negeri yang tak mau berkhidmat di dalam negeri. Mereka banyak yang memilih bekerja di berbagai perusahaan di Amerika Serikat. 

Editor : Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut