Oleh karena itu, Rasulullah SAW berpuasa di bulan Sya’ban, agar ketika amalnya dilaporkan kepada Allah SWT, beliau berada dalam keadaan berpuasa dan melakukan amal saleh.
“Masya Allah, Nabi yang ma'sum, yang paling takwa, yang paling dekat dengan Allah, yang sudah dijamin surga dan sebagainya, (tetap) berusaha meningkatkan kualitas amalannya. Beliau ingin dinilai terbaik oleh Allah ketika Sya'ban tiba. Nabi mencontohkan kita bagaimana tingginya kualitas ibadah beliau, dan salah satu amalan yang beliau prioritaskan adalah puasa,” kata UAH.
Puasa sebagai Latihan Spiritual
UAH melanjutkan, puasa bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih dua hal penting. Pertama, menjaga amal saleh agar terus meningkat. Orang yang berpuasa biasanya lebih senang membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan berbuat amal saleh lainnya.
Kedua, puasa mengajarkan kita untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat. “Makanya, orang yang berpuasa dan beriman pasti menjaga diri dari perbuatan yang bisa membatalkan puasanya. Karena itu, orang yang berpuasa cenderung beramal baik. Dan ketika amal baik itu disampaikan kepada Allah, amal tersebut berada dalam keadaan terbaik,” tandasnya.
Dengan demikian, puasa di bulan Sya’ban menjadi persiapan yang penting untuk memasuki Ramadhan dengan hati dan amal yang lebih kuat.
Editor : Zhafran Pramoedya