Penanganan Kasus Emas Antam Diminta Profesional dan Transparan

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Proses hukum dalam perkara cap lebur emas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. kembali mendapat sorotan. Masyarakat dan ahli hukum menekankan pentingnya penanganan yang profesional, bukan sekadar memburu perhatian publik. Sebab, jika penegakan hukum dilakukan tanpa kehati-hatian, hal itu dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap produk emas dari perusahaan milik negara tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. Septa Candra, SH, MH — seorang pakar hukum pidana sekaligus Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ia menanggapi vonis terhadap enam mantan pejabat Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam yang dijatuhi hukuman pada akhir Mei lalu.
Namun, terdapat perbedaan signifikan dalam perhitungan kerugian negara. Jika dalam dakwaan disebutkan kerugian sebesar Rp3,3 triliun, angka ini jauh lebih kecil dibanding klaim sebelumnya yang menyebut potensi kerugian hingga Rp5,9 kuadriliun.
"Kasus dugaan korupsi senilai 5,9 kuadriliun dan beredarnya 109 ton emas palsu yang dikaitkan dengan PT Antam akhir-akhir ini semakin memperlihatkan apa dan bagaimana peristiwa yang sebenarnya terjadi," ungkap Septa dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (28/7/2025).
Ia melanjutkan, "Menariknya, fakta terbaru mengungkapkan bahwa emas yang dipersoalkan bukanlah emas palsu, melainkan emas yang diproduksi oleh pihak swasta dengan menggunakan cap atau merek Antam tanpa izin resmi, serta berasal dari tambang ilegal."
Melalui fakta-fakta yang terungkap dalam proses persidangan, menurut Septa, tudingan adanya ratusan ton emas palsu tidak terbukti. Persoalannya justru terletak pada penyalahgunaan logo Antam oleh oknum tertentu untuk meraih keuntungan pribadi atau kelompok. Praktik ilegal ini berdampak negatif terhadap reputasi bisnis PT Antam, terutama menyangkut kepercayaan masyarakat.
"Maka dari sini seharusnya proses penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung adalah terkait dugaan tindak pidana penipuan, pemalsuan merek, perlindungan konsumen, serta penyalahgunaan fasilitas oleh oknum pejabat PT Antam untuk menguntungkan diri sendiri, korporasi, atau pihak swasta lainnya. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan unsur-unsur tindak pidana dalam undang-undang tersebut," tegasnya.
Karena itu, Septa menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum agar masyarakat memahami apa yang benar-benar terjadi di balik kasus ini. Terlebih, PT Antam adalah produsen emas bersertifikasi internasional, satu-satunya di Asia Tenggara yang mengantongi akreditasi dari LBMA (London Bullion Market Association).
Ia menambahkan, emas batangan produksi Antam diproses melalui tahapan ketat dan verifikasi berstandar global, sehingga sangat kecil kemungkinan untuk dipalsukan tanpa diketahui pihak berwenang atau pemegang fasilitas resmi.
"Keterbukaan dari penegak hukum untuk menjelaskan dan memberikan informasi kepada masyarakat menjadi penting agar tidak menimbulkan kegaduhan dan menurunnya kepercayaan masyarakat untuk membeli emas Antam," ujar Septa.
Tak hanya itu, ia juga menegaskan bahwa proses hukum harus dijalankan sesuai prinsip due process of law, tanpa penyimpangan atau tindakan sewenang-wenang. "Ketidaksesuaian dalam proses penegakan hukum tidak hanya merugikan keadilan, namun juga pada akhirnya akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan," pungkasnya.
Editor : Agung Bakti Sarasa