get app
inews
Aa Text
Read Next : Dari Air ke Harapan: Warga Karangligar Menanti Solusi Banjir

Penahanan Ibu Menyusui di Karawang Sesuai Prosedur, Ini Penjelasan Pengamat Hukum

Selasa, 04 November 2025 | 07:08 WIB
header img
Ilustrasi ibu menyusui. (Foto: Freepik)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Kasus penahanan Nenny, ibu yang sempat viral karena harus menyusui bayinya sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Karawang, terus menjadi sorotan publik. Pengamat kejaksaan Fajar Trio angkat bicara mengenai hal ini dan menegaskan bahwa langkah jaksa sudah sesuai prosedur hukum.

Menurut Fajar, jaksa tidak memiliki kewenangan untuk menolak atau mengubah penetapan penahanan yang telah ditetapkan hakim.

“Jaksa itu pelaksana keputusan pengadilan. Kalau hakim memutuskan untuk menahan terdakwa, jaksa wajib melaksanakan. Menolak berarti justru melanggar hukum,” ujarnya di Jakarta.

Sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan, Kejaksaan Negeri Karawang disebut sudah berupaya memediasi antara pelapor dan terdakwa untuk mencari jalan damai. Namun hingga batas waktu yang ditentukan, perdamaian tidak tercapai sehingga perkara tetap berlanjut ke meja hijau.

Restorative Justice Tidak Dapat Diterapkan

Fajar menjelaskan bahwa keadilan restoratif hanya bisa dilakukan bila ada perdamaian tanpa syarat antara tersangka dan korban. Dalam kasus Nenny, kesepakatan itu tidak terwujud.

Perkara yang menjerat Nenny berkaitan dengan penggadaian satu unit mobil yang masih berada dalam perjanjian kredit dengan pihak pelapor. Bahkan, dalam persidangan terungkap bahwa salah satu pegawai leasing sempat menanggung cicilan mobil tersebut selama tiga bulan sebelum akhirnya mengundurkan diri.

Fajar menegaskan, dasar hukum terkait kewajiban jaksa telah diatur jelas dalam KUHAP Pasal 20 ayat (3) yang menyebutkan, “Penahanan oleh hakim dilakukan dengan penetapan hakim.” Selain itu, Pasal 27 ayat (1) juga memperjelas bahwa penetapan tersebut dilakukan oleh hakim yang menangani perkara.

“Jadi dalam konteks ini, jaksa tidak punya ruang untuk menolak. Ia hanya menjalankan fungsi eksekutorial berdasarkan ketetapan pengadilan,” tegas Fajar.

Ia menilai penting bagi publik memahami bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia dibangun atas prinsip kepastian hukum dan pembagian kewenangan antar-lembaga. “Jaksa tidak bisa menafsirkan sendiri penetapan hakim. Jika setiap aparat hukum menolak perintah pengadilan atas alasan subjektif, maka sistem hukum kita akan kacau,” katanya.

Fajar juga memahami simpati publik terhadap kondisi kemanusiaan terdakwa. Namun, menurutnya, penegakan hukum tetap harus dijalankan secara prosedural agar tidak menimbulkan pelanggaran baru.

“Jangan sampai ada pelanggaran baru dalam sebuah kasus hukum hanya karena ketidaktahuan prosedur. Semua pihak harus tetap berpegang pada hukum,” pungkasnya.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Karawang Sigit Muharam menegaskan bahwa institusinya berkomitmen menegakkan hukum secara profesional dan humanis. “Bahwa Kejaksaan sudah berkomitmen menegakkan hukum secara profesional dan humanis,” ujarnya pada 1 November 2025.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa jaksa hanya bertugas melaksanakan putusan hakim sebagaimana diatur dalam KUHAP Bab XIX (Pasal 270–283), bukan membuat kebijakan di luar kewenangan hukum

Editor : Agung Bakti Sarasa

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut