Orang Tua Korban Tak Puas dengan Vonis Ringan Pelaku Intip Siswi SMAN 12 Bandung
"Mengapa Undang-Undang Perlindungan Anak tidak disertakan, padahal dua dari empat korban saat kejadian masih di bawah umur," kata orang tua korban.
Kedua, orang tua korban tidak difasilitasi untuk mendapatkan hak restitusi dan tidak mendapat arahan bagaimana caranya mengajukan restitusi, padahal restitusi adalah hak korban seperti tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Hingga akhirnya, restitusi itu tidak bisa disertakan dalam tuntutan JPU karena LPSK sampai sidang putusan digelar hari ini belum juga menyelesaikan permohonan restitusi.
Ketiga, mengapa petugas dari Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) tidak dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan?
Padahal menurut orang tua korban, kesaksian PPA bisa memberatkan terdakwa karena PPA bisa membuktikan dampak psikologis perbuatan terdakwa terhadap anak-anak mereka.
Keempat, kalau hakim mengabulkan HP pelaku yang menjadi barang bukti dimusnahkan, orang tua khawatir hal itu akan menghilangkan bukti ratusan video hasil rekaman kamera tersembunyi di toilet sekolah dan tempat lain yang dilakukan si terdakwa.
Kasus video di toilet sekolah masih mandek di Polrestabes Bandung karena barang buktinya diserahkan ke Polda Jabar untuk penyelesaian kasus ini.
"Sekali lagi kami tidak puas dengan putusan hakim, kami merasa tidak mendapatkan keadilan hukum," tutur orang tua korban.
Lebih lanjut, para orang tua korban mengatakan, para korban, sampai saat ini masih mengalami trauma, gangguan kecemasan, bahkan histeris ketika memikirkan kasus ini.
Diketahui, AS (18) siswa SMAN 12 Bandung merekam kegiatan teman wanitanya di toilet vila saat acara perpisahan di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Desember 2024 lalu.
Editor : Agus Warsudi