Logo Network
Network

Fakta Baru, Kuasa Hukum Mardani Maming Ungkap PT PCN Utang Rp106 M kepada Group B69

dude
.
Selasa, 24 Mei 2022 | 13:52 WIB
Fakta Baru, Kuasa Hukum Mardani Maming Ungkap PT PCN Utang Rp106 M kepada Group B69
Mantan Bupati Tanah Bumbu yang juga Bendum PBNU, Mardani H Maming

BANDUNG, INEWS.ID – Kasus dugaan suap dugaan korupsi peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dengan terdakwa Dwiyono Putrohadi terus bergulir. Fakta baru pun bermunculan di tengah jalannya persidangan kasus tersebut.

 

Irfan Idham, SH selaku kuasa hukum Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlaturl Ulama (PBNU), Mardani H Maming mengaku, memiliki fakta baru sekaligus bukti kuat berupa dokumen lengkap untuk membantah kesaksian Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN), Christian Soetio soal dugaan aliran dana kepada kliennya dalam kasus tersebut.

 

"Saya memiliki dokumen lengkap untuk membantah seluruh keterangan saksi Christian Soetio terkait aliran dana yang ditujukan kepada klien kami Mardani H Maming. Kesaksian Christian tidak disertai dengan bukti dan fakta yang ada," tegas Irfan Idham dalam keterangannya, Selasa (24/5/2022).

 

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kalsel, Jumat (13/5/2022) lalu, Christian Soetio yang diajukan sebagai saksi meringankan terdakwa Dwiyono menyebut adanya aliran dana sebesar Rp89 miliar kepada Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

 

Menurut pengacara yang bergabung dalam Titah Law Firm itu, aliran dana tersebut justru ditujukan kepada rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani H Maming.

 

"Malah justru PT PCN lah yang mempunyai utang kepada PT TSP dan PT PAR sebesar Rp106 miliar. Saat ini, PT PCN sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ungkap Irfan.

 

"Kesaksian Christian itu fitnah yang keji. Karena faktanya, dana yang ditransfer ke rekening PT PAR dan PT TSP adalah dana tagihan kepada PT PCN. Dimana saat itu PT PAR ataupun PT TSP memang dimiliki keluarga Mardani H Maming, tapi tidak ada kaitan dengan Bapak Mardani," sambung Irfan menegaskan.

 

Irfan melanjutkan, PT PAR dan PT TSP yang saat ini dimiliki Batulicin Enam Sembilan (B69) Group beberapa tahun lalu menjalin kerja sama dengan PT PCN dalam mengelola Pelabuhan Batu Bara PT Angsana Terminal Utama (ATU).

 

"Jadi ini adalah murni hubungan keperdataan antara perusahaan dengan perusahaan atau dengan kata lain ini adalah murni busines to business," jelas Irfan.

 

Diungkapkan Irfan, dari dokumen yang dihimpun, Mardani H Maming memang belum menjadi pemilik perusahaan karena pada tahun 2009 sampai dengan 2018, Mardani tidak terlibat dalam perusahaan karena sedang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu. Adapun PT PAR dahulunya merupakan anak perusahaan B69, namun kemudian dimiliki secara penuh oleh PT PCN.

 

Sesuai fakta-fakta dan bukti yang ada tersebut, Irfan lantas merincikan kronologis hubungan bisnis antara PT ATU, PT PAR, PT TSP, dan PT PCN. Dijelaskan Irfan bahwa mulanya, pada 21 Februari 2011, PT ATU didirikan dengan pemegang saham Rois Sunandar Maming sebesar 80% dan M Bahruddin 20%.

 

"Saat itu, PT ATU sudah mempunyai izin pelabuhan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP.940 Tahun 2011. Dan PT ATU sendiri sepenuhnya milik Group B69," sebutnya.

 

Lalu, pada tanggal 2 April 2012, datanglah PT PCN sebagai investor menawarkan kerja sama dengan PT ATU untuk membangun fasilitas crusher dan counveyor. PT ATU kemudian setuju dan disepakati PT PCN yang mendapatkan saham PT ATU sebesar 70% dan susunan kepemilikan saham PT ATU berubah menjadi M Bahrudin 30% dan PT PCN 70%, dengan susunan direksinya, yakni Hendry Soetio sebagai Direktur, sedangkan M Bahruddin sebagai Komisaris.

Selanjutnya, pada tanggal 28 Februari 2014, terjadi pernyataan di luar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa di PT ATU. Sehingga, PT ATU sebagai pemegang saham 30% berubah menjadi PT TSP dengan Direktur, M Aliansyah dan Komisaris, M. Bahruddin.

 

Pada 20 Agustus 2014, atas inisiatif Hendry Soetio selaku Direktur PT ATU saat itu menawarkan perubahan pembagian hasil atau deviden 30% PT TSP dipersamakan dengan fee Rp10.000/Mt batu bara dengan maksud untuk mempermudah hasil penghitungan dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian antara PT TSP dan PT ATU.

 

"Selanjutnya tangal 31 Desember 2015 dan 1 Januari 2016 atas keinginan Hendry Soetio selaku Direktur PT PCN yang memiliki 70% saham, ingin menguasai 100% saham PT ATU, agar dapat melakukan pinjaman bank," katanya.

 

Hendri Soetio menawarkan merubah saham 30% milik PT TSP menjadi fee Rp10.000/Mt yang diserahkan kepada PT.l Permata Abadi Raya (PT PAR) yang merupakan bagian dari perusahaan B69.

 

"Dana inilah yang menjadi tagihan PT.PAR kepada PT PCN yang disebut Christian dalam persidangan yang mengalir kepada klien kami Mardani H Maming," beber Irfan.

 

Padahal, kata Irfan, justru PT PCN lah yang memiliki hutang kepada PT PAR. Saat ini, PT PCN sendiri sedang dalam proses perkara PKPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

 

Lebih jauh Irfan Idham menjelaskan bahwa pada tanggal 25 Agustus 2016, akhirnya terjadi perubahan nama pelabuhan milik PT ATU menjadi pelabuhan PT PCN yang tercantum dalam Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut. BX-285/PP 008.

 

Dalam pertimbangan SK Dirjen Perhubungan Laut itu, di poin B disebutkan bahwa terminal untuk kepentingan sendiri yang akan dikelola oleh PT PCN sebelumnya adalah milik PT ATU yang telah mendapatkan persetujuan pengelolaan berdasarkan Keputusan Menhub No. KP.940 tanggal 28 November 2011.

 

Irfan juga mengungkapkan bahwa saat ini, PT PCN mengalami kesulitan keuangan dan sedang dalam perkara PKPU di PN Jakarta Pusat dengan Perkara Nomor 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst dimana dalam perkara tersebut Jhonlin Group adalah pihak investor yang ingin mengambil alih kepemilikan aset dan perusahaan PT PCN.

 

Diketahui, Mantan Bupati Tanah Bumbu yang saat ini juga menjabat Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) membantah terlibat kasus korupsi peralihan IUP tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

 

Nama Mardani muncul dalam kasus tersebut setelah eks Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo menyebutnya ikut terlibat dalam kasus ini. (*)

 

Fakta Baru, Kuasa Hukum Mardani Maming Ungkap PT PCN Utang Rp106 M kepada Group B69

 

BANDUNG, INEWS.ID – Kasus dugaan suap dugaan korupsi peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dengan terdakwa Dwiyono Putrohadi terus bergulir. Fakta baru pun bermunculan di tengah jalannya persidangan kasus tersebut.

 

Irfan Idham, SH selaku kuasa hukum Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlaturl Ulama (PBNU), Mardani H Maming mengaku, memiliki fakta baru sekaligus bukti kuat berupa dokumen lengkap untuk membantah kesaksian Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN), Christian Soetio soal dugaan aliran dana kepada kliennya dalam kasus tersebut.

 

"Saya memiliki dokumen lengkap untuk membantah seluruh keterangan saksi Christian Soetio terkait aliran dana yang ditujukan kepada klien kami Mardani H Maming. Kesaksian Christian tidak disertai dengan bukti dan fakta yang ada," tegas Irfan Idham dalam keterangannya, Selasa (24/5/2022).

 

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kalsel, Jumat (13/5/2022) lalu, Christian Soetio yang diajukan sebagai saksi meringankan terdakwa Dwiyono menyebut adanya aliran dana sebesar Rp89 miliar kepada Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

 

Menurut pengacara yang bergabung dalam Titah Law Firm itu, aliran dana tersebut justru ditujukan kepada rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani H Maming.

 

"Malah justru PT PCN lah yang mempunyai utang kepada PT TSP dan PT PAR sebesar Rp106 miliar. Saat ini, PT PCN sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ungkap Irfan.

 

"Kesaksian Christian itu fitnah yang keji. Karena faktanya, dana yang ditransfer ke rekening PT PAR dan PT TSP adalah dana tagihan kepada PT PCN. Dimana saat itu PT PAR ataupun PT TSP memang dimiliki keluarga Mardani H Maming, tapi tidak ada kaitan dengan Bapak Mardani," sambung Irfan menegaskan.

 

Irfan melanjutkan, PT PAR dan PT TSP yang saat ini dimiliki Batulicin Enam Sembilan (B69) Group beberapa tahun lalu menjalin kerja sama dengan PT PCN dalam mengelola Pelabuhan Batu Bara PT Angsana Terminal Utama (ATU).

 

"Jadi ini adalah murni hubungan keperdataan antara perusahaan dengan perusahaan atau dengan kata lain ini adalah murni busines to business," jelas Irfan.

 

Diungkapkan Irfan, dari dokumen yang dihimpun, Mardani H Maming memang belum menjadi pemilik perusahaan karena pada tahun 2009 sampai dengan 2018, Mardani tidak terlibat dalam perusahaan karena sedang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu. Adapun PT PAR dahulunya merupakan anak perusahaan B69, namun kemudian dimiliki secara penuh oleh PT PCN.

 

Sesuai fakta-fakta dan bukti yang ada tersebut, Irfan lantas merincikan kronologis hubungan bisnis antara PT ATU, PT PAR, PT TSP, dan PT PCN. Dijelaskan Irfan bahwa mulanya, pada 21 Februari 2011, PT ATU didirikan dengan pemegang saham Rois Sunandar Maming sebesar 80% dan M Bahruddin 20%.

 

"Saat itu, PT ATU sudah mempunyai izin pelabuhan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP.940 Tahun 2011. Dan PT ATU sendiri sepenuhnya milik Group B69," sebutnya.

 

Lalu, pada tanggal 2 April 2012, datanglah PT PCN sebagai investor menawarkan kerja sama dengan PT ATU untuk membangun fasilitas crusher dan counveyor. PT ATU kemudian setuju dan disepakati PT PCN yang mendapatkan saham PT ATU sebesar 70% dan susunan kepemilikan saham PT ATU berubah menjadi M Bahrudin 30% dan PT PCN 70%, dengan susunan direksinya, yakni Hendry Soetio sebagai Direktur, sedangkan M Bahruddin sebagai Komisaris.

Selanjutnya, pada tanggal 28 Februari 2014, terjadi pernyataan di luar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa di PT ATU. Sehingga, PT ATU sebagai pemegang saham 30% berubah menjadi PT TSP dengan Direktur, M Aliansyah dan Komisaris, M. Bahruddin.

 

Pada 20 Agustus 2014, atas inisiatif Hendry Soetio selaku Direktur PT ATU saat itu menawarkan perubahan pembagian hasil atau deviden 30% PT TSP dipersamakan dengan fee Rp10.000/Mt batu bara dengan maksud untuk mempermudah hasil penghitungan dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian antara PT TSP dan PT ATU.

 

"Selanjutnya tangal 31 Desember 2015 dan 1 Januari 2016 atas keinginan Hendry Soetio selaku Direktur PT PCN yang memiliki 70% saham, ingin menguasai 100% saham PT ATU, agar dapat melakukan pinjaman bank," katanya.

 

Hendri Soetio menawarkan merubah saham 30% milik PT TSP menjadi fee Rp10.000/Mt yang diserahkan kepada PT.l Permata Abadi Raya (PT PAR) yang merupakan bagian dari perusahaan B69.

 

"Dana inilah yang menjadi tagihan PT.PAR kepada PT PCN yang disebut Christian dalam persidangan yang mengalir kepada klien kami Mardani H Maming," beber Irfan.

 

Padahal, kata Irfan, justru PT PCN lah yang memiliki hutang kepada PT PAR. Saat ini, PT PCN sendiri sedang dalam proses perkara PKPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

 

Lebih jauh Irfan Idham menjelaskan bahwa pada tanggal 25 Agustus 2016, akhirnya terjadi perubahan nama pelabuhan milik PT ATU menjadi pelabuhan PT PCN yang tercantum dalam Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut. BX-285/PP 008.

 

Dalam pertimbangan SK Dirjen Perhubungan Laut itu, di poin B disebutkan bahwa terminal untuk kepentingan sendiri yang akan dikelola oleh PT PCN sebelumnya adalah milik PT ATU yang telah mendapatkan persetujuan pengelolaan berdasarkan Keputusan Menhub No. KP.940 tanggal 28 November 2011.

 

Irfan juga mengungkapkan bahwa saat ini, PT PCN mengalami kesulitan keuangan dan sedang dalam perkara PKPU di PN Jakarta Pusat dengan Perkara Nomor 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst dimana dalam perkara tersebut Jhonlin Group adalah pihak investor yang ingin mengambil alih kepemilikan aset dan perusahaan PT PCN.

 

Diketahui, Mantan Bupati Tanah Bumbu yang saat ini juga menjabat Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) membantah terlibat kasus korupsi peralihan IUP tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

 

Nama Mardani muncul dalam kasus tersebut setelah eks Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo menyebutnya ikut terlibat dalam kasus ini. (*)

Editor : Ude D Gunadi

Follow Berita iNews Bandungraya di Google News

Bagikan Artikel Ini