PULUHAN peserta media gathering SKK Migas, yang terdiri atas wartawan, Pegawai SKK Migas dan KKKS, Selasa (4/10) berkumpul di pinggiran kali Cikampung, Bandung untuk memulai game dan napak tilas mengenang sejarah, serta belajar seni dan budaya dari seniman-seniman Bandung yang tergabung dalam Artbound.
Para peserta sebanyak kurang lebih 100 orang yang terdiri atas 60 jurnalis media nasional mendapatkan arahan untuk memulai game dengan memecahkan masalah, agar bisa memulai perjalanan mereka mengitari kota bandung.
Untuk memulai perjalanan peserta harus fokus pada dua buah kertas yang membentuk sebuah bintang segilima dan dari sinilah perjalanan dengan angkot (angkutan kota) Bandung baru bisa di mulai, Jreennnggg…
“Wah, pusing juga nyari bintang nya, tapi akhirnya tim kami menemukannya, “ungkap salah seorang peserta Artbound dari media nasional bersemangat.
Dengan angkutan kota, lokasi pertama yang harus disinggahi peserta adalah Gedung Indonesia menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan Babakan Ciamis, Kota Bandung.
Disini para peserta diperkenalkan bagaimana Presiden Soekarno dan teman-temannya dihadirkan dalam sebuah sidang oleh pemerintah belanda dengan tuduhan hendak menjatuhkan pemerintah belanda, Saat itu, Presiden Soekarno dan Gatot Mangkoepradja, Maskoen Soemadiredja dan Sopriadinata dianggap menganggu keamanan dengan berkomplot membuat pemberontakan dan mengganggu ketertiban umum.
Setelah dari gedung Indonesia menggungat, para peserta kembali menaiki angkutan kota menuju rumah Inggit Ganarsih, istri Presiden Soekarno di Jalan Inggit Ganarsih, Kota Bandung yang kini sudah menjadi Historic House.
Di tempat ini, banyak sekali aktivitas yang dikenalkan di ruangan ibu Inggit ini. Mulai dari bagaimana ibu Inggit membuat bedak dan berbagai dokumen dan kegiatan presiden soekarno saat bersama ibu inggit Ganarsih.
Ada sekitar 5 lokasi yang disinggahi saat peserta Artbound berkeliling kota bandung dan semuanya merupakan lokasi-lokasi sejarah jaman perjuangan Presiden Soekarno, termasuk penjara soekarno yang berukuran sangat kecil. Akhir dari perjalanan Heritage Story adalah di rumah makan Alas Daun yang juga merupakan rumah makan ala Sunda yang terkenal di Kota Bandung, hmm.. Yummy.
Belajar Menari
Nah, gaes.. setelah melaksanakan makan siang, peserta diajak para seniman Artbound untuk belajar menari di gedung kesenian YPKP untuk persiapan show di gedung Majestic Jalan Braga nomor 1 Kota Bandung.
“Gedung Majestic memiliki sejarah sangat panjang, dijaman belanda dulu para noni-noni dan tentara belanda sering menonton pementasan seni dari gedung ini, “kata Rony Mulyana atau biasa disapa Inor, Ketua Artbound Bandung.
Sebelum memulai pertunjukan di Gedung Majestic, peserta kurang lebih selama 2 jam diajarkan menari dan bermusik agar bisa tampil apik saat pementasan seni. Saat latihan, tampak peserta senang dan enjoy mengikuti arahan para pelatih, mereka belajar tarian Nusantara, diantaranya Tari Lilin, Tari Dayak, Tari Papua, Tari Toraja bahkan Kuda Lumping.
“Ini sesuatu yang baru bagi kami jurnalis, bayangkan dalam waktu singkat, para peserta harus bisa belajar menari dan berani tampil di atas panggung,” kata Brigita Manohara dari TV One.
Pementasan Telah Tiba
Dengan modal pakaian adat dari berbagai daerah dan belajar menari yang waktunya singkat, para peserta akhirnya akan memulai pertunjukannya di gedung Majestic, Bandung.
Satu per satu para peserta dan kelompoknya menampilkan tarian sambil bermain musik, yang mengundang gelak tawa para peserta. Diakhir pementasan peserta juga diajarkan bermain angklung dengan membawakan lagu nasional.
“Artboundnya keren mas dan sangat menghibur,” kata salah seorang peserta yang juga jurnalis media online.
Menurut Ketua Artbound Bandung. Rony mulyana, Artbound adalah metode yang menggunakan media budaya dan seni sebagai tulang punggung aktifitasnya. Jadi metode untuk bermain belajar dan pendidikan karakter, namun yang paling penting adalah heritage conservation.
“Prinsipnya kita mengajak bermain dengan budaya dan seni, dengan tampilan sejarah dan seni pertunjukan,” kata Inor bersemangat. Anda berminat ?
Oleh : Suhendra Atmaja
Praktisi Komunikasi Sejarah dan Budaya
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait