BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Saat ini, regenerasi petani sangat diperlukan disaat kebutuhan pangan menjadi sangat fundamental.
Begitu disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk "Peran Petani Muda Sebagai Pilar Penting Dalam Upaya Menghadapi Krisis Pangan Global" di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Senin (13/3/2023).
Menurutnya, hal ini dikarenakan adanya kenaikan kebutuhan dan ancaman global tentang krisis pangan dikarenakan adanya pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.
"Regenerasi petani akan berjalan bila diikuti dengan konsistensi pemerintah dalam menjalankan program yang menyelesaikan masalah dasar pertanian, yaitu lahan, irigasi, sarana prasarana, regulasi, kelembagaan, permodalan dan hilirisasi," kata Ono Surono.
Ketua DPD PDI Perjuangan Jabar ini mengatakan, saat ini program pertanian mayoritas berasal dari Kementerian Pertanian dan nilainya terus menurun setiap tahunnya.
"Bahkan dari info yang saya dapat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hanya menganggarkan program - program pertanian tidak lebih dari 1-2 persen dari seluruh APBD Jawa Barat," ungkapnya.
Saat biaya produksi kecil, kata Ono, maka pendapatan petani akan lebih besar sehingga akan membukakan mata anak muda tentang usaha pertanian yang menguntungkan.
Karena itu, Ono Suruno menyarankan Program Petani Muda harus difokuskan dulu pada wilayah pertanian produktif yang diawali dengan membuat regulasi (perda) untuk mengatur Lahan Pertanian Berkelanjutan yang disertai skema perlindungan dan pemberdayaan, dari mulai pendidikan/pelatihan anak-anak petani dengan beasiswa full dari pemerintah sampai perguruan tinggi pada fakultas/jurusan pertanian.
"Lalu setelah lulus wajib meneruskan usaha orang tuanya. Memastikan irigasi, benih, pupuk, alsintan tersedia dengan baik, membantu dalam pasca panen dan distribusi. Setelah itu baru mengarah pada mahasiswa pertanian dan pengganguran angkatan kerja," terangnya.
Lebih lanjut, Ono mengungkapkan, Program Petani Milenial di Jawa Barat yang dinilai gagal karena hanya 30 persen yang dikatakan berhasil. Menurutnya, bukan karena konsepnya yang salah, tetapi pelaksanaannya yang jauh dari konsep awal.
Misalnya, tanah yang disediakan hanya 0,2 ha dan belum ada irigasinya, permodalan yang tidak dikelola langsung oleh petani, off taker yang menghilang dan pendampingan dari penyuluh yang tidak berjalan.
"Program Petani Milenial akhirnya hanya fokus dihilirisasi yang ujungnya juga tidak berjalan dengan baik, dibuktikan dengan sepinya outlet produk Program Petani Milenial," jelasnya.
Ono mengatakan, Pemprov Jabar tidak menyiapkan program hulunya yang menyelesaikan permasalahan dasar pertanian. Mungkin saja, selama ini Provinsi Jawa Barat hanya mengandalkan program dari Kementerian Pertanian.
Sehingga, lanjut Ono, semua kebutuhan untuk menjalankan program itu hanya bersumber dari hutang pada Bank Jabar Banten yang mengakibatkan bengkaknya biaya produksi.
"Padahal apabila pendapatan petani dalam 1 bulannya mencapai 3-4 juta, maka regenerasi tidak akan masalah lagi," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait