Ketiga, lanjut Ledia, segala pembiayaan layanan kesehatan jiwa harus tercakup dalam layanan kesehatan tanggungan BPJS.
“Karena penanganan kesehatan jiwa itu sama pentingnya dengan penanganan kesehatan fisik maka cakupan layanan masalah kesehatan jiwa, termasuk biaya obat-obatan yang dibutuhkan untuk pengobatan gangguan jiwa harus termasuk dalam layanan yang dicover BPJS untuk mendukung tercapainya cita-cita kita mewujudkan SDM Indonesia yang unggul dan sehat secara fisik, mental, sosial, spiritual,” terangnya.
Keempat, Ledia juga mengingatkan agar penanganan pada orang dengan masalah kesehatan jiwa maupun orang dengan masalah gangguan jiwa harus diutamakan berbasis keluarga, berbasis masyarakat dan berbasis pemenuhan hak.
Sebab, orang-orang dengan masalah kejiwaan maupun gangguan kejiwaan sesungguhnya tetap memiliki hak untuk menikmati hasil pembangunan dan berpartisipasi dalam pembangunan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
“Salah satu ragam disabilitas adalah penyandang disabilitas mental. Maka penanganan bagi mereka tetap harus didasarkan pada asas pemenuhan hak (right based), bukan asas belas kasihan (charity based). Dan untuk itu diperlukan satu strategi sosialisasi yang masif pula tentang kesehatan jiwa ini ke tengah masyarakat agar persoalan kesehatan jiwa ini tidak lagi dipandang aneh, menakutkan hingga memunculkan diskriminasi,” tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah